
Jalur Gaza, Octopus – Israel secara resmi meluncurkan serangan darat di Jalur Gaza pada Rabu (19/3/2025), selang beberapa waktu setelah mengeluarkan ancaman keras kepada penduduk setempat. Dalam pernyataan yang dirilis oleh tentara Israel, mereka mengungkapkan bahwa operasi ini adalah langkah untuk memperluas perimeter keamanan dan menciptakan zona penyangga di antara utara dan selatan Gaza.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menegaskan bahwa mereka akan segera mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga yang tinggal di area konflik. Dalam pernyataannya, Gallant memberikan peringatan kepada warga Gaza, menyatakan bahwa ini adalah "peringatan terakhir." Ia mengutip komentar Presiden AS Donald Trump yang menyatakan bahwa pemulangan para sandera oleh Hamas adalah langkah penting. "Buatlah keputusan yang bijak. Bebaskan para sandera sekarang atau hadapi neraka," tegas Trump.
Beberapa fakta kunci dari situasi ini meliputi:
- Operasi militer: Serangan darat ini dimulai setelah serangan udara besar-besaran yang telah menewaskan hampir 1.000 orang, sebagian besar adalah warga sipil.
- Sandera: Dari total 251 orang yang diculik oleh Hamas pada serangan yang terjadi di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, 58 orang masih ditahan. Sebanyak 35 dari mereka telah dinyatakan tewas.
- Gencatan senjata: Sebelumnya, konflik di Gaza sempat mereda sejak 19 Januari 2025. Namun, gagal memperpanjang perjanjian gencatan senjata, yang menyebabkan serangan ini.
Gallant memperingatkan bahwa jika para sandera tidak dibebaskan dan Hamas tetap berada di Gaza, Israel akan menggunakan kekuatan yang lebih besar. "Situasi akan menjadi jauh lebih sulit, dan semua orang akan menanggung akibatnya," tambahnya. Ini menunjukkan meningkatnya ketegangan antara kedua pihak dan potensi konsekuensi yang lebih luas bagi situasi kemanusiaan di wilayah tersebut.
Seorang pejabat Hamas menyatakan bahwa mereka tetap terbuka untuk berunding demi mengembalikan gencatan senjata, tetapi menolak permintaan Israel untuk merundingkan kembali kesepakatan yang ada. "Hamas tidak menutup pintu negosiasi, tetapi kami bersikeras bahwa tidak perlu ada perjanjian baru," ungkap juru bicara Hamas, Taher al-Nunu, dengan harapan agar Israel segera memulai tahap kedua pembicaraan gencatan senjata.
Keputusan Israel untuk menyerang Gaza kembali menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan pecahnya perang skala penuh setelah periode dua bulan yang relatif tenang. Ribuan warga Israel telah turun ke jalan di Yerusalem, mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk lebih memprioritaskan keselamatan para sandera yang tersisa dibandingkan melanjutkan operasi militer di Gaza.
Dari perspektif kemanusiaan, serangan ini menambah derita penduduk sipil yang sudah menderita akibat konflik berkepanjangan. Infrastruktur yang hancur dan kurangnya akses ke kebutuhan dasar seperti air, makanan, dan medis semakin memperburuk situasi. Laporan-laporan terkini menunjukkan bahwa sebagian besar korban dalam serangan ini adalah wanita dan anak-anak, memicu protes global terhadap serangan militer tersebut.
Memasuki fase baru dalam konflik ini, penting untuk terus memantau perkembangan situasi di lapangan. Ketegangan yang meningkat dapat berimbas tidak hanya pada kedua belah pihak, tetapi juga pada stabilitas regional yang lebih luas. Dengan banyaknya tantangan yang dihadapi dan potensi untuk eskalasi lebih lanjut, saat ini menjadi sangat krusial bagi komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah yang nyata demi menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan ini.