Israel Kirim Tank ke Tepi Barat: Pertama Sejak 2005, Apa Penyebabnya?

Tentara Israel telah meluncurkan serangan militer signifikan dengan mengerahkan tank ke Tepi Barat untuk pertama kalinya sejak tahun 2005. Tindakan ini dilakukan dalam upaya merespon ancaman dari kelompok militan Palestina di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut. Operasi ini berlangsung pada hari Minggu, 23 Februari 2025, ketika tank-tank dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memasuki kamp pengungsi di dekat kota Jenin.

Keputusan Israel untuk mengerahkan tank di Tepi Barat ini merupakan bagian dari rangkaian operasi militer yang semakin meluas, terutama setelah gencatan senjata di Jalur Gaza mulai diberlakukan sekitar sebulan yang lalu. Selain Jenin, pasukan Israel juga melakukan operasi di Tulkarem dan Nur Shams. Dalam operasi ini, IDF tidak hanya melancarkan serangan dengan kendaraan lapis baja, tetapi juga menggunakan bahan peledak untuk menghancurkan puluhan rumah, serta mengerahkan buldoser untuk meratakan lokasi-lokasi strategis yang diyakini sebagai tempat persembunyian militan.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengungkapkan bahwa tindakan tersebut merupakan respons atas meningkatnya ancaman keamanan. Sejak dimulainya konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina, kekerasan di wilayah Tepi Barat semakin meningkat. Data menunjukkan bahwa otoritas kesehatan Palestina mencatat bahwa sedikitnya 900 warga Palestina telah kehilangan nyawa mereka akibat tindakan kekerasan di wilayah tersebut sejak Oktober 2023. Hal ini turut mempengaruhi kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk dan memicu kritik dari komunitas internasional.

Dalam serangkaian pernyataannya, Katz menyatakan bahwa IDF akan tetap berada di kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat selama setidaknya satu tahun ke depan. “Langkah ini diambil untuk memastikan agar warga Palestina tidak kembali dan untuk mencegah munculnya aktivitas teroris di wilayah ini,” tegas Katz. Menurutnya, sekitar 40.000 warga Palestina telah dievakuasi dari kamp-kamp pengungsi di Jenin, Tulkarem, dan Nur Shams, yang menunjukkan dampak besar dari operasi militer ini terhadap populasi sipil.

Kegiatan militer ini dimulai pada 20 Februari 2025, menyusul pengeboman bus yang terjadi di kota Bat Yam, Israel. Pemerintah Israel mengklaim bahwa penyerbuan ke kamp-kamp pengungsi adalah tindakan yang diperlukan untuk merespons ancaman yang dianggap meningkat. Angka korban yang terus bertambah menjadi indikasi bahwa tingkat ketegangan antara Israel dan Palestina semakin membara.

Berbagai organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah memperingatkan tentang risiko yang lebih besar jika kekerasan ini terus berlangsung. Seruan untuk meredakan ketegangan dan mendukung proses diplomasi masih terus didengungkan. Namun, dengan eskalasi yang terjadi di lapangan, baik Israel maupun kelompok militan Palestina mungkin akan terjebak dalam siklus kekerasan yang berkepanjangan.

Sementara itu, pengamat internasional terus memantau situasi ini dengan seksama, mengingat dampak luas yang ditimbulkan bukan hanya kepada warga sipil di kawasan tersebut, tetapi juga kepada stabilitas politik dan keamanan di seluruh Timur Tengah. Masyarakat internasional berharap akan ada langkah-langkah nyata dari semua pihak untuk meredakan ketegangan dan menghindari semakin banyaknya korban yang jatuh.

Back to top button