Israel Desak Demiliterisasi Total Jalur Gaza: Tolak Hamas dan Senjata

Tel Aviv, Octopus – Dalam pernyataan yang disampaikan pada konferensi pers pada Selasa (18/2/2025), Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar menegaskan bahwa negara tersebut menginginkan demiliterisasi total Jalur Gaza dan menolak kehadiran Hamas serta kelompok bersenjata lainnya di wilayah tersebut. Pernyataan ini diberikan menjelang perundingan tahap kedua perjanjian gencatan senjata yang telah ditunda sejak awal bulan Februari 2025.

Gideon Saar dengan tegas menyatakan, “Israel tidak menerima skenario apa pun di mana kelompok-kelompok di Jalur Gaza tetap bersenjata. Kami juga menolak model ala Hizbullah di Gaza, sehingga wilayah tersebut harus didemiliterisasi sepenuhnya.” Sikap ini menunjukkan komitmen Israel dalam menjaga keamanan wilayahnya sekaligus mengakhiri konflik berkepanjangan yang telah merugikan banyak pihak.

Perundingan mendatang diharapkan akan membahas beberapa isu krusial, termasuk pembebasan sandera yang masih hidup, penetapan gencatan senjata yang permanen, dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Proses gencatan senjata ini ditengahi oleh beberapa negara, termasuk Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, dan telah berlangsung sejak 19 Januari 2025. Gencatan senjata ini lahir setelah lebih dari satu tahun konflik yang dimulai dengan serangan militer Israel pada Oktober 2023 sebagai respons terhadap serangan oleh Hamas.

Gideon Saar juga menegaskan bahwa Israel tidak ingin kehadiran Hamas maupun Otoritas Palestina dalam penguasaan wilayah Gaza. “Kami tidak setuju dengan model Hamas menyerahkan kendali sipil di Gaza kepada Otoritas Palestina. Kami juga tidak menginginkan kehadiran Otoritas Palestina di sana,” ungkap Saar. Penolakan ini mencerminkan kekhawatiran Israel terhadap potensi keamanan yang ditimbulkan dari keberadaan kedua pihak tersebut.

Dalam konteks ini, Israel telah memperhatikan rencana beberapa negara Arab yang berbicara tentang pembangunan kembali Gaza dengan kendali Amerika Serikat. Usulan yang diungkapkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump ini memunculkan berbagai reaksi, dengan Israel menyambut baik ide tersebut, sedangkan banyak negara di Timur Tengah menentangnya. Trump sebelumnya mengusulkan pemindahan warga Palestina keluar dari Gaza ke negara-negara tetangga, sementara AS diharapkan mengambil alih dan membangun kembali wilayah itu.

Israel juga menekankan pentingnya total demiliterisasi Jalur Gaza sebagai langkah untuk mencegah konflik di masa mendatang. Hal ini dilihat sebagai langkah proaktif untuk menciptakan keamanan yang lebih baik di wilayah tersebut, sekaligus menanggapi tantangan dari kelompok bersenjata yang mengancam stabilitas. Mendukung pernyataan ini, pihak Israel juga menjalin komunikasi dengan negara-negara penggagas gencatan senjata untuk memastikan implementasi rencana tersebut berjalan dengan baik.

Dalam perkembangan terbaru, posisi Israel semakin diperkuat dengan pernyataan dari menteri luar negeri yang mengindikasikan bahwa negara tersebut memiliki rencana yang matang untuk mengatasi situasi di Gaza. Dengan mengedepankan sikap tegas terhadap keberadaan kelompok bersenjata, Israel berusaha meneguhkan diplomasi dan strategi keamanan dalam menghadapi konflik yang berkepanjangan ini.

Dengan perundingan gencatan senjata yang akan segera dilaksanakan, harapan untuk menciptakan stabilitas di Jalur Gaza semakin terbuka. Namun, tantangan dalam membebaskan sandera dan mencapai konsensus antar pihak yang terlibat tetap menjadi isu sentral yang perlu ditangani untuk mencapai perdamaian yang berkepanjangan di kawasan ini.

Back to top button