Israel dan AS Setujui Perpanjangan Gencatan Senjata Gaza, Hamas Menolak

Pemerintah Israel telah menyetujui untuk memperpanjang gencatan senjata sementara di Gaza selama enam minggu ke depan. Keputusan ini diumumkan oleh Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu setelah fase pertama gencatan senjata yang telah disepakati berakhir pada tengah malam, Sabtu (1/3/2025). Gencatan senjata ini akan mencakup periode Ramadan bagi umat Muslim serta Paskah bagi umat Yahudi.

Keputusan untuk memperpanjang gencatan senjata ini berakar dari usulan yang diajukan oleh utusan Presiden Amerika Serikat, Steve Witkoff. Menurut pengumuman dari Kantor Netanyahu, setengah dari sandera yang saat ini ditahan oleh Hamas di Gaza, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, akan dibebaskan pada hari pertama perpanjangan tersebut. Sisa sandera lainnya akan dibebaskan jika negosiasi untuk gencatan senjata permanen berhasil.

Namun, dalam perkembangan terbaru, Hamas telah menolak untuk menyetujui perpanjangan fase pertama gencatan senjata tanpa adanya jaminan dari mediator Amerika, Qatar, dan Mesir bahwa fase kedua akan sepenuhnya terlaksana. Hal ini menunjukkan adanya ketegangan yang masih tersisa antara kedua belah pihak, meskipun perpanjangan ini diharapkan dapat membuka jalan untuk penyelesaian yang lebih permanen.

Pembicaraan mengenai fase kedua gencatan senjata bertujuan untuk mencapai akhir total dari pertempuran di Gaza, termasuk pengembalian semua tawanan yang tersisa dan penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah tersebut. Menurut data yang dipublikasikan, ada 59 tawanan yang tersisa di Gaza, dengan 24 di antaranya diperkirakan masih hidup. Dalam usulan Witkoff, dijelaskan bahwa jika negosiasi tahap kedua gagal dalam waktu 42 hari, kemungkinan perang antara Israel dan Hamas bisa kembali pecah.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, dalam pernyataannya pada Jumat (28/2/2025), menegaskan bahwa periode mendatang adalah “kritis” untuk perundingan mengenai fase kedua gencatan senjata. Ia menegaskan bahwa semua pihak harus berkomitmen untuk mematuhi kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera. Guterres meminta agar para pemimpin dari kedua belah pihak bekerja keras untuk menghindari kegagalan dari kesepakatan yang sudah dicapai.

Gencatan senjata fase pertama yang dimulai pada 19 Januari berhasil menghentikan pertempuran selama 15 bulan antara Hamas dan militer Israel. Dalam periode ini, sebanyak 33 sandera Israel dan lima sandera Thailand berhasil dibebaskan dari total sekitar 1.900 tahanan Palestina. Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi masih besar. Negosiasi untuk fase kedua, yang juga mencakup pembebasan semua sandera yang masih hidup serta penarikan pasukan Israel dari Gaza, baru saja dimulai.

Dari sisi sejarah konflik, Hamas melancarkan serangan besar-besaran terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang mengakibatkan sekitar 1.200 orang tewas dan 251 orang lainnya disandera. Israel, sebagai respons, melakukan operasi udara dan darat di Jalur Gaza yang mengakibatkan korban jiwa yang sangat tinggi, diperkirakan mencapai 48.365 orang menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas.

Ketidakpastian masih membayangi masa depan perundingan ini, terutama dengan penolakan Hamas terhadap perpanjangan gencatan senjata tanpa jaminan. Masyarakat internasional terus mengamati perkembangan ini dengan harapan bahwa suatu solusi yang berkelanjutan dapat ditemukan untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung lama dan merugikan banyak pihak. Dengan kompleksitas situasi dan kebutuhan untuk mencapai kesepakatan, segala langkah menuju perdamaian akan membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak.

Back to top button