![Isi Inpres I 2025: Efisiensi Melawan Ugal-Ugalan Prabowo](https://octopus.co.id/wp-content/uploads/2025/02/Isi-Inpres-I-2025-Efisiensi-Melawan-Ugal-Ugalan-Prabowo.jpg)
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor I Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi topik perbincangan hangat di kalangan pegawai negeri sipil (PNS) dan masyarakat umum. Inpres yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025 ini memuat sejumlah poin penting yang dianggap krusial dalam menentukan bagaimana anggaran negara dan daerah akan dikelola secara efisien.
Salah satu dampak langsung dari Inpres ini terlihat dari cerita-cerita pegawai negeri yang mulai bermunculan di media sosial. Banyak yang melaporkan bahwa mereka terpaksa bekerja tanpa fasilitas seperti lampu dan pendingin ruangan (AC) selama jam kerja sore, akibat dari pemangkasan anggaran yang diberlakukan. Situasi ini mengarah pada pengurangan jumlah pegawai honorer, seperti yang dialami oleh seorang penyiar perempuan dari RRI Ternate yang dirumahkan. Fenomena serupa juga terjadi di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dan Pemprov Kepulauan Bangka Belitung.
Berikut adalah beberapa poin utama yang termuat dalam Inpres Nomor I Tahun 2025:
1. Efisiensi Anggaran: Presiden Prabowo menginstruksikan efisiensi belanja negara sebesar Rp306 triliun. Pembagian anggaran ini meliputi anggaran kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun.
2. Identifikasi Rencana Efisiensi: Menteri dan pimpinan lembaga diminta untuk mengidentifikasi rencana efisiensi yang mencakup belanja operasional dan non-operasional. Ini mencakup pengeluaran untuk operasional kantor, pemeliharaan, perjalanan dinas, dan pembangunan infrastruktur.
3. Pembatasan Belanja Seremonial: Kepala daerah diinstruksikan untuk membatasi belanja pada kegiatan yang bersifat seremonial, serta mengurangi perjalanan dinas hingga 50 persen. Pembatasan ini juga berlaku untuk honorarium, di mana jumlah tim dan besaran gaji akan dibatasi.
4. Pemantauan oleh Menteri Keuangan: Presiden secara khusus meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menetapkan besaran efisiensi anggaran belanja masing-masing kementerian dan lembaga.
5. Pengawasan Kepala Daerah: Mendagri Tito Karnavian أيضاً diinstruksikan untuk memantau pelaksanaan efisiensi belanja di tingkat daerah. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa anjuran efisiensi ini diterapkan secara konsisten oleh kepala daerah.
Menurut Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, langkah-langkah efisiensi anggaran ini telah disampaikan dalam sidang kabinet di Istana Negara, dan merupakan bagian dari arahan Presiden yang telah dibahas bersama para menteri. Penekanan pada efisiensi ini mencerminkan tekad pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Namun, di balik niat baik untuk menghemat anggaran, terdapat kekhawatiran dari berbagai lapisan masyarakat mengenai dampak sosial dari kebijakan ini. Pengurangan pegawai honorer dan pembatasan anggaran pada program-program sosial bisa berimbas pada pelayanan publik yang semakin menurun. Hal ini tentu saja memicu perdebatan tentang keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kebutuhan masyarakat yang semakin mendesak.
Akhirnya, dengan kebijakan yang diambil oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Inpres Nomor I Tahun 2025, diharapkan pemerintah dapat memproduksi hasil yang lebih optimal dalam pengelolaan keuangan negara. Efisiensi tidak hanya menjadi jargon, tetapi harus diterjemahkan dalam bentuk nyata yang bermanfaat bagi masyarakat luas, di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks.