
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa inflasi bulanan di Indonesia pada April 2025 mencapai 1,17%. Kenaikan ini berbanding terbalik dengan angka inflasi tahun lalu yang tercatat sebesar 1,95% pada bulan yang sama. Secara kumulatif tahun kalender, inflasi tercatat mencapai 1,56%. Indeks Harga Konsumen (IHK) turut mengalami kenaikan dari 107,22 pada Maret 2025 menjadi 108,47 di April 2025.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa meskipun terjadi inflasi, angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya. Kelompok pengeluaran yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi adalah perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, yang mencatat inflasi sebesar 6,6% dengan kontribusi andil mencapai 0,98%.
Pudji juga menambahkan bahwa tarif listrik menjadi komoditas utama penyumbang inflasi dengan kontribusi sebesar 0,97%. Selain listrik, komoditas lain yang berpengaruh terhadap inflasi termasuk emas perhiasan (0,16%), bawang merah (0,06%), cabai merah (0,04%), dan tomat (0,03%).
Rincian lebih lanjut mengenai kategori inflasi menunjukkan bahwa komponen harga yang diatur pemerintah mengalami inflasi sebesar 5,21% dan menyumbang andil inflasi sebesar 0,98%. Komoditas utama dalam kategori ini juga mencakup tarif angkutan udara dan tarif kereta api. Sementara itu, komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,31% dan menyumbang 0,2% terhadap kenaikan ini, dengan emas perhiasan dan mobil menjadi penyumbang utama.
Di sisi lain, terdapat beberapa komoditas yang memberikan andil terhadap deflasi pada April 2025, seperti cabai rawit (-0,08%), daging ayam ras (-0,06%), dan telur ayam ras (-0,04%). Hal ini menunjukkan adanya variasi dalam dampak inflasi pada berbagai jenis komoditas.
Dari aspek spasial, BPS mencatat bahwa inflasi terjadi di 37 provinsi, sementara hanya satu provinsi yang mengalami deflasi. Inflasi tertinggi tercatat di Provinsi Sumatra Barat dengan angka mencapai 1,77%, sementara Provinsi Papua Pegunungan mencatat deflasi terendah sebesar -0,9%.
Dalam konferensi pers pada Jumat (2/5/2025), Pudji juga menegaskan bahwa perhatian lebih harus diberikan pada fluktuasi harga komoditas yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat. Ini menjadi tantangan utama bagi pemerintah dalam mengendalikan inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga energi dan bahan pokok.
Kemungkinan besar, faktor-faktor yang memengaruhi inflasi ke depan akan tetap terkait dengan harga listrik dan emas, yang keduanya mengalami tren kenaikan. Kenaikan harga listrik, terutama, menjadi sorotan karena telah menjadi faktor utama dalam analisis inflasi dan berpotensi mempengaruhi kegiatan ekonomi secara lebih luas.
Dengan peningkatan ini, pelaku bisnis dan para pembuat kebijakan diharapkan dapat lebih bersiap dan responsif terhadap dinamika inflasi yang terjadi. Monitoring dan intervensi diperlukan untuk mencegah inflasi yang lebih tinggi yang dapat memengaruhi daya beli dan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Sebagai langkah awal, BPS menyarankan agar masyarakat dan pelaku usaha memantau perkembangan harga serta menerapkan strategi pengelolaan biaya yang lebih efisien.