
Indonesia berada dalam posisi strategis untuk menghadapi tantangan baru yang muncul dalam bentuk perang dagang global, yang dipicu oleh kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan visi jangka panjang untuk memanfaatkan aspek ekonomi sebagai bagian integral dari sistem pertahanan nasional Indonesia.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengungkapkan bahwa perang dagang kini melampaui sekadar isu ekonomi. “Medan perang baru di dunia ini bukan lagi persoalan pembangunan atau pertumbuhan, melainkan geopolitik yang kian brutal,” ujarnya. Dalam pandangannya, ekonomi bukan hanya urusan angka, tetapi juga suatu strategi pertahanan yang harus dipahami dengan baik oleh setiap pemimpin negara.
Langkah-langkah yang diambil oleh Presiden Prabowo dalam menanggapi tantangan ini mencakup hilirisasi industri strategis, pembangunan lumbung pangan, transisi energi, dan memberikan insentif kepada industri nasional. Fahmi menegaskan bahwa semua kebijakan ini seharusnya bukan sekadar proyek sektoral, tetapi merupakan fondasi ketahanan nasional yang dapat menentukan nasib Indonesia di masa depan. “Pemerintahan Prabowo tidak ingin ekonomi Indonesia hanya berfungsi sebagai penyangga bagi pertumbuhan global,” tambahnya.
Salah satu fokus utama dari kebijakan ekonomi yang dijalankan adalah mengubah sektor-sektor strategis menjadi pilar ketahanan nasional. Misalnya, industri pertahanan dan energi diharapkan dapat mendukung daya saing di tengah ketidakpastian pasar global. “Kebijakan ekonomi harus dijalankan bukan hanya untuk mengejar angka, tetapi untuk membangun daya tahan dan daya saing,” jelas Fahmi.
Lebih lanjut, Fahmi menekankan bahwa tarif tinggi dari AS menjadi pengingat bahwa kekuatan ekonomi mencerminkan kekuatan suatu negara dalam kompetisi global. Dalam hal ini, kebijakan ekonomi Indonesia ke depan perlu dirancang sebagai strategi geopolitik. “Bukan hanya untuk tumbuh, tetapi juga untuk bertahan dan memimpin,” imbuhnya.
Diplomasi perdagangan juga diharapkan dapat diperkuat untuk membuka pasar dan memastikan posisi strategis Indonesia dalam rantai nilai global. Hal ini menjadi penting, terutama dalam konteks ketergantungan ekonomi global yang semakin dalam. Prabowo berambisi untuk membangun ekonomi yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga berdaulat secara strategis. “Dari hilirisasi hingga digitalisasi, semuanya adalah bagian dari sistem pertahanan nasional yang holistik,” tegas Fahmi.
Sinergi antara kementerian yang terkait, seperti kementerian ekonomi, pertahanan, luar negeri, serta BUMN, diharapkan dapat dipercepat untuk menghindari fragmentasi kebijakan. Dalam dunia yang semakin saling bergantung, ketergantungan yang tidak seimbang menjadi potensi kerentanan baru yang perlu diwaspadai. “Konsistensi dan ketegasan dari birokrasi sangat diperlukan untuk menjalankan visi ini,” ujar Fahmi.
Dalam prosesnya, Prabowo dan timnya menyadari bahwa transformasi ekonomi Indonesia harus dikaitkan dengan keamanan nasional. Dengan cara ini, Indonesia tidak hanya dapat menghadapi tantangan perang dagang tetapi juga dapat menciptakan ketahanan yang mampu menjawab berbagai dinamika global yang kompleks. Ke depannya, strategi yang diusulkan ini diharapkan mampu menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai peserta, tetapi juga sebagai pemimpin dalam peta ekonomi global. Di tengah berbagai tantangan yang ada, visi yang jelas dan tindakan yang konsisten menjadi kunci dalam membangun masa depan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berdaulat.