IBM Inovasi AI: Data Akurat untuk Reduksi Bias dan Halusinasi

Seiring dengan perkembangan cepat teknologi kecerdasan buatan (AI), isu terkait akurasi data semakin mengemuka sebagai perhatian utama bagi perusahaan yang mengadopsinya. Baru-baru ini, IBM menekankan pentingnya penggunaan model berbasis data yang akurat guna mengurangi risiko bias dan halusinasi dalam hasil analisis AI. Pendekatan ini diharapkan dapat menghadirkan informasi yang lebih relevan dan dapat dipercaya bagi pengguna, terutama di sektor-sektor khusus.

Presiden Direktur IBM Indonesia, Roy Kosasih, mengungkapkan bahwa banyak sistem AI yang saat ini beroperasi masih bergantung pada model bahasa besar (large language model) yang mengumpulkan data dari berbagai sumber tanpa melakukan penyaringan yang tepat. “Karena data yang diambil dari tempat lain, bukan dari industri yang relevan dengan pertanyaan yang diajukan. Ini dapat menyebabkan hasil yang bias atau halusinasi,” katanya dalam sebuah diskusi di kantornya.

IBM menawarkan solusi berupa pendekatan yang lebih spesifik, yang dikenal sebagai model fit for purpose. Dalam konteks ini, jika AI digunakan untuk analisis di industri olahraga, data yang digunakan harus berasal dari sektor olahraga itu sendiri, bukan sektor lain yang tidak ada kaitannya. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan akurasi, tetapi juga lebih hemat energi dan biaya operasional dibandingkan model AI berbasis large language model, yang membutuhkan perangkat keras dengan kapasitas tinggi.

Roy menjelaskan bahwa dengan menggunakan model fit for purpose, kebutuhan akan perangkat keras yang sangat kuat seperti GPU untuk pemrosesan data diminimalkan. “Dengan begitu, pemakaian listrik, pendinginan, dan ruang server yang diperlukan bisa jauh lebih efisien,” ujarnya. Hal ini sangat relevan mengingat tren penggunaan AI di berbagai sektor bisnis yang semakin meningkat, seperti yang diungkapkan dalam survei yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG). Survei tersebut menunjukkan bahwa 98% dari seribu perusahaan global yang disurvei sudah mulai menjajaki atau menerapkan AI dalam operasional mereka.

Di antara perusahaan yang berpartisipasi dalam survei, sekitar 26% telah sepenuhnya mengintegrasikan AI ke dalam bisnis mereka, sementara mayoritas masih berada dalam fase pengujian. Data ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mengadopsi AI dapat memiliki keunggulan kompetitif, tetapi Roy menekankan bahwa AI bukanlah alat untuk menggantikan manusia. “AI diciptakan bukan untuk menggantikan manusia, tetapi untuk memperkuat kemampuan manusia,” tegasnya.

Pendekatan IBM yang berfokus pada pemrosesan data yang akurat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi di berbagai sektor. Perusahaan-perusahaan yang cepat beradaptasi dengan AI diyakini akan lebih unggul dalam persaingan bisnis, sementara mereka yang enggan berinovasi berisiko tertinggal.

Dengan meningkatnya kebutuhan akan penggunaan AI yang lebih fokus dan akurat, IBM berkomitmen untuk membantu perusahaan dalam menerapkan pendekatan yang sesuai dengan tujuan mereka. Dalam jangka panjang, ini bukan hanya akan menciptakan teknologi yang lebih baik, tetapi juga akan mendemokratisasi akses terhadap data yang lebih berkualitas dan relevan bagi berbagai industri. Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi langkah penting untuk mendorong transformasi digital yang lebih luas di Indonesia dan dunia.

Berita Terkait

Back to top button