
Jumlah korban tewas akibat serangan udara yang diluncurkan oleh Amerika Serikat (AS) di Yaman semakin meningkat. Menurut laporan dari kementerian kesehatan Houthi, jumlah korban tewas kini mencapai 53 orang, di antaranya terdapat lima anak-anak dan dua wanita. Peristiwa tragis ini terjadi pada 15 Maret 2025, saat AS melancarkan gelombang serangan yang dianggapnya sebagai respon terhadap aktivitas Houthi yang mengancam pengiriman barang di Laut Merah.
Serangan tersebut adalah bagian dari operasi militer yang lebih luas, yang diluncurkan oleh AS untuk menargetkan fasilitas-fasilitas Houthi. Dicharakan oleh presiden AS Donald Trump, tindakan ini merupakan respons terhadap serangan yang dianggap mengganggu navigasi di laut internasional. Dalam pernyataan resmi, Washington mengklaim bahwa di antara korban terdapat sejumlah tokoh penting Houthi, meskipun pihak Houthi belum mengonfirmasi hal ini.
Dalam perkembangan terbaru, pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, mengancam untuk menyerang kapal-kapal AS yang beroperasi di Laut Merah sebagai balasan atas serangan tersebut. Dia menyatakan bahwa jika AS melanjutkan ofensifnya, maka tidak ada pilihan lain selain melakukan serangan terhadap kapal-kapal tersebut. Ancaman ini menandakan kemungkinan meningkatnya ketegangan di kawasan yang sudah tidak stabil tersebut.
Juru bicara kementerian kesehatan Houthi, Anis al-Asbahi, dalam pernyataannya melalui platform media sosial X, mengungkap bahwa setidaknya 98 orang mengalami luka-luka akibat serangan itu. Houthi juga melaporkan bahwa serangan baru dari AS kembali terjadi pada 17 Maret, menargetkan wilayah Al Jaouf dan Hudaydah. Situasi ini menambah deretan masalah kemanusiaan yang sudah ada sebelumnya, di mana Yaman terpukul oleh perang yang berkepanjangan dan krisis kemanusiaan yang parah.
Di pihak lain, AS mempertahankan keputusan militernya. Penasihat Keamanan Nasional AS, Michael Waltz, menyebutkan bahwa serangan tersebut bertujuan untuk menargetkan para pemimpin Houthi dan melumpuhkan jaringan yang mereka miliki. Ditegaskan bahwa ini adalah langkah signifikan dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh Iran, yang sering dianggap sebagai pendukung Houthi.
Dalam konteks ini, Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, berkomitmen untuk melanjutkan kampanye rudal yang intensif sampai semua serangan Houthi dihentikan. Ia menekankan bahwa operasi ini adalah mengenai kebebasan navigasi serta pemulihan pencegahan di kawasan tersebut.
Krisis di Yaman terus berujung pada dampak kemanusiaan yang parah, dengan warga sipil kerap kali menjadi korban. Situasi ini menarik perhatian komunitas internasional, di mana banyak pihak mendesak untuk menghentikan kekerasan dan mencari solusi diplomatik bagi konflik yang berlangsung lebih dari enam tahun ini. Dengan adanya escalasi ini, dunia internasional dihadapkan pada tantangan besar dalam mencari jalan keluar dari krisis yang kompleks dan berkepanjangan.
Di tengah ketegangan ini, perhatian dunia tetap tertuju pada upaya-upaya diplomatik yang mungkin dilakukan sejumlah negara untuk menengahi konflik serta membantu mengurangi dampak kemanusiaan yang terus meluas akibat perang. Keterlibatan AS dalam konflik Yaman menunjukkan betapa rumitnya situasi ini, di mana kepentingan nasional dan tanggung jawab kemanusiaan sering kali bertabrakan.