
Hotman Paris Hutapea, seorang pengacara kondang, kembali menyoroti mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, terkait kasus korupsi di PT Pertamina. Menuai sorotan publik, Hotman mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap performa Ahok selama menjabat Komisaris Utama Pertamina dari 2019 hingga 2024. Dalam pemikirannya, Ahok seakan lepas tangan dengan isu korupsi yang melibatkan petinggi Pertamina dan malah lebih fokus pada kehidupan pribadinya.
Melalui unggahan di media sosialnya, Hotman menyepelekan sikap Ahok yang terkesan tenang dan damai meskipun menerima gaji besar sebagai pejabat tinggi di perusahaan negara tersebut. Ia mencurahkan pendapatnya dengan nada sinis, “Awas para komisaris hati-hati! Jangan muna dan sok suci! Gaji gede, main golf dan selama makan gaji damai di bumi dan kawin lagi!” Keterangan ini mencerminkan kritiknya terhadap penggunaan waktu dan pemikiran Ahok yang menurutnya lebih banyak berfokus pada aktivitas pribadi ketimbang menanggapi situasi kritis di lembaga yang dipimpinnya.
Sementara itu, Hotman Paris menjelaskan bahwa Ahok mulai ‘aktif’ berbicara tentang kasus korupsi setelah Kejaksaan Agung mulai membongkar skandal tersebut, yang menunjukkan sebuah sikap bertentangan antara tanggung jawab dan kenyataan yang dihadapi. “Sesudah dibongkar Kejagung, ikut-ikut nebeng sok pejuang,” ungkap Hotman pada post sebelumnya. Pernyataan ini seolah menyiratkan bahwa kehadiran Ahok dalam perbincangan masalah korupsi adalah sebuah pencarian simpati publik di saat-saat yang tepat.
Latar belakang konflik ini tidak dapat dipisahkan dari munculnya skandal mega korupsi di Pertamina, di mana beberapa mantan petinggi perusahaan, termasuk eks Direktur Utama Karen Agustiawan, dijatuhi hukuman penjara. Karen sendiri sebelumnya divonis sembilan tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor dan kemudian diperberat menjadi 13 tahun oleh Mahkamah Agung. Situasi ini, menurut Hotman, menunjukkan perlunya kesadaran di kalangan komisaris Pertamina tentang dampak negatif dari tindakan yang salah, sekaligus menyoroti tanggung jawab moral mereka sebagai pengawas perusahaan.
Hotman yang dikenal dengan gaya blak-blakan ini, sebelumnya juga menegaskan bahwa selama lima tahun Ahok menjabat, ia tidak pernah mengambil langkah nyata untuk menjelaskan atau mengungkapkan kasus-kasus yang kini menjadi sorotan. Hal ini menambah daftar kritik yang dilontarkan Hotman terhadap sosok yang dulunya dikenal sebagai politisi yang berani mengungkap skandal.
Dalam konteks ini, pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar tanggung jawab yang harus dipikul oleh para pemimpin perusahaan seperti Pertamina terhadap transparansi dan integritas dalam perusahaan BUMN? Dengan skandal yang terus mencuat, jelas bahwa posisi tersebut tidak hanya harus diisi oleh orang-orang berpengalaman, tetapi juga orang-orang yang memiliki komitmen terhadap integritas dan pengawasan yang ketat.
Melihat bagaimana situasi ini berkembang, publik menanti reaksi dan langkah-langkah konkret dari para pemimpin Pertamina ke depan. Hotman Paris, dengan kritikan pedasnya, tampaknya berusaha mengingatkan bahwa jabatan tinggi juga harus diimbangi dengan tanggung jawab yang sepadan. Keterlibatan Ahok dan keputusannya untuk menikah lagi, di tengah pembicaraan tentang gaji dan olahraga golf, menemui tantangan dari perspektif integritas publik. Dengan demikian, sorotan terhadap kasus ini tidak hanya tentang satu individu, tetapi juga gambaran yang lebih besar tentang tata kelola dan akuntabilitas di BUMN Indonesia.