
Dalam sebuah langkah yang mengundang perhatian publik, Wakil Presiden Indonesia Gibran Rakabuming Raka dibanjiri kritik atas aksinya membagikan skincare gratis kepada para siswa. Aksi ini berlangsung pada Selasa, 18 Februari 2025, saat ia melakukan pemantauan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMA Negeri 13 Jakarta, Koja, Jakarta Utara. Namun, tindakan tersebut memicu komentar berbagai pihak, termasuk dari analis komunikasi politik Hendri Satrio, yang mengungkapkan keherannya.
Hendri Satrio, yang juga merupakan founder Lembaga Survei Kedai KOPI, dalam akun X-nya menyampaikan pertanyaan retoris, “Dari semilyar barang di dunia, mengapa kamu pilih kasih skincare?” Kata-kata ini jelas mencerminkan keresahan publik yang merasa bahwa tindakan Gibran tidak tepat sasaran. Menurut Hensa, ada banyak benda lain yang bisa diberikan kepada siswa yang lebih mendukung kebutuhan pendidikan mereka.
Tanggapan netizen pun beragam. Beberapa dari mereka mengungkapkan keheranan dengan mencuitkan ide-ide alternatif yang dinilai lebih relevan, seperti memberikan deodoran untuk membantu siswa menjaga kebersihan. Selain itu, ada yang mencatat bahwa membagikan skincare lebih aman dibandingkan belajar ilmu yang lebih kompleks, menyoroti bagaimana topik tersebut tidak “nyambung” dengan situasi pendidikan saat ini.
Gibran, saat diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi, menjelaskan bahwa pembagian skincare dilakukan dengan harapan siswa dapat merawat kulit mereka agar tetap bersih dan terhindar dari jerawat. “Saya terbiasa membawa pelengkap saat memantau program MBG, sebelumnya saya juga memberikan jasa cukur gratis,” ujarnya. Walaupun kritik mengalir deras, Gibran menganggap julukan sebagai ‘Wakil Presiden berjualan skincare’ sebagai hal yang tidak masalah.
Pembaruan ini menunjukkan bahwa meskipun ada niat baik di balik tindakannya, komunikasi dan pemilihan jenis barang yang dibagikan dari pihak Gibran tidak terlalu diterima baik oleh masyarakat. Hendri Satrio bukan satu-satunya suara yang mempertanyakan konsistensi dan relevansi dari tindakan tersebut. Sebagian besar netizen, meskipun menunjukkan dukungan, tetap menganggap bahwa ada prioritas lain yang lebih mendesak dalam konteks pendidikan.
Dalam konteks yang lebih luas, tindakan Gibran ini terlihat sebagai upaya untuk menjadikan dirinya lebih dekat dengan masyarakat melalui interaksi langsung. Namun, tantangan komunikasi dan kebutuhan pendidikan yang mendasar tetap mengemuka. Sementara itu, pembagian skincare tampaknya mengalihkan perhatian dari tujuan utama program Makan Bergizi Gratis yang seharusnya dapat memberikan manfaat nyata bagi siswa.
Dengan keunikan lokalitas dan pendekatan yang diambil oleh Gibran, publik kini memberikan sorotan tajam tentang langkah-langkah yang diambil oleh para pejabat publik dalam menjangkau masyarakat. Apakah langkah yang diambil ini efekif atau tidak, tetap menjadi perdebatan yang menarik bagi banyak kalangan. Hingga saat ini, masih ada keinginan dari masyarakat untuk melihat kebijakan yang lebih bersinergi dengan kebutuhan siswa dan pendidikan di Indonesia, tanpa harus keluar dari substansi yang lebih signifikan dalam mendukung generasi muda.