Heboh! Elon Musk Serukan AS Tinggalkan NATO dan PBB, Kenapa?

Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengguncang dunia politik internasional dengan menyerukan agar Amerika Serikat (AS) keluar dari aliansi pertahanan NATO dan juga dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Seruan Musk ini datang di tengah ketegangan yang meningkat di antara berbagai pihak akibat perdebatan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang terjadi di Gedung Putih.

Pernyataan Musk memicu diskusi yang mencolok, mengingat tidak ada anggota yang pernah keluar dari NATO sejak aliansi ini didirikan pada tahun 1949. Ini menandai sebuah ide yang belum pernah terpikirkan sebelumnya dan mungkin akan membawa dampak besar baik bagi keamanan global maupun hubungan internasional.

Dukungan terhadap pernyataan Musk datang dari Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency/DOGE). Kepala lembaga tersebut terlihat setuju dengan pandangan Musk, merespons unggahan dari politisi sayap kanan, David J. Freeman, yang mengusulkan agar AS meninggalkan kedua organisasi tersebut. Dalam sebuah unggahan di platform X, Musk menyatakan, “Saya setuju” – pernyataan yang jelas menunjukkan ketidakpuasan terhadap keterlibatan AS dalam organisasi internasional tersebut.

Freeman sebelumnya berpendapat, “Sudah waktunya meninggalkan NATO dan PBB,” sebuah gagasan yang kini semakin mendapatkan perhatian dan dukungan di kalangan beberapa politisi dan pengamat. Musk juga me-retweet pernyataan dari Senator AS Mike Lee yang melontarkan dukungan serupa terhadap pengunduran diri AS dari NATO.

Penting untuk dicatat, jika AS benar-benar keluar dari NATO, Washington tidak lagi terikat untuk membela negara-negara sekutunya jika terjadi serangan. Berdasarkan Pasal 5 Perjanjian NATO, serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota, sehingga keluarnya AS dapat mengubah dinamika pertahanan di kawasan Eropa secara drastis.

Sementara itu, negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Jerman akan tetap terikat oleh perjanjian tersebut dan harus melindungi sekutu mereka dari ancaman agresi. Negara-negara di Eropa Timur, seperti Polandia, Latvia, Lituania, Estonia, Finlandia, dan Norwegia, yang berbatasan langsung dengan Rusia, akan menghadapi kekhawatiran besar jika AS mengundurkan diri dari NATO, terutama terkait dengan kemungkinan invasi dari Kremlin.

AS di bawah kepemimpinan Donald Trump telah lama menekan negara-negara anggota NATO lainnya untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan mereka. Sebagai respons terhadap ancaman dari Rusia, Polandia kini berhasil menjadi negara dengan anggaran pertahanan tertinggi dalam NATO berdasarkan persentase Produk Domestik Bruto (PDB), dengan proyeksi mencapai 4,7% dari PDB untuk belanja militer pada tahun 2025. Estonia juga berinvestasi lebih dari 3% dari PDB untuk pertahanan—melebihi angka AS—sementara Latvia dan Lituania juga berkomitmen untuk meningkatkan pengeluaran mereka.

Menarik untuk dicatat, saat ini, target pengeluaran pertahanan NATO ditetapkan sebesar 2% dari PDB masing-masing negara anggota. Namun, negara-negara ini telah berusaha untuk melampaui standar tersebut sebagai bagian dari upaya mereka untuk memperkuat pertahanan menghadapi potensi ancaman dari Rusia.

Seruan kontroversial Elon Musk ini mendapat respons beragam baik dari kalangan politik maupun masyarakat umum. Sementara ada yang mendukung gagasannya, banyak yang khawatir bahwa langkah tersebut dapat merusak sistem keamanan global yang telah dibangun selama beberapa dekade. Pembicaraan ini menunjukkan bahwa ketegangan di arena internasional semakin meningkat, dan tantangan terhadap institusi-institusi internasional seperti NATO dan PBB dapat menjadi semakin nyata di masa depan. Seiring situasi yang berkembang, dampak dari pernyataan Musk dan kemungkinan konsekuensi bagi keamanan global akan terus menjadi topik hangat di kalangan pengamat internasional.

Back to top button