Hari Ginjal Sedunia: Kenali Kebocoran Ginjal dan Anemia Penderita PKD

Hari Ginjal Sedunia diperingati untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan ginjal dan pencegahan penyakit ginjal. Fokus utama tahun ini adalah kebocoran ginjal dan anemia pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Dalam acara edukasi kesehatan yang berlangsung di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, dr. Elizabeth Yasmine Wardoyo, Sp.PD-KGH, seorang dokter spesialis ginjal dan hipertensi, menjelaskan betapa seriusnya kedua masalah ini bagi kesehatan pasien.

Ginjal memainkan peran krusial dalam menyaring racun, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mempertahankan fungsi tubuh yang optimal. Namun, ketika terjadi kebocoran ginjal, ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik. Kebocoran ginjal terjadi ketika protein, yang seharusnya tetap dalam darah, justru keluar melalui urin. “Kebocoran ginjal itu seperti menyaring tepung. Jika protein atau albumin yang berukuran besar justru keluar dalam urin, itu artinya ginjal mengalami kebocoran,” kata dr. Yasmine.

Gejala utama kebocoran ginjal yang harus diwaspadai adalah urine berbusa. Jika terdapat busa berlebihan yang menetap, masyarakat diimbau untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Penyebab kebocoran ginjal bervariasi, termasuk diabetes tidak terkontrol, hipertensi, penyakit autoimun seperti lupus, dan infeksi saluran kemih yang berulang. Pada usia muda, glomerulonefritis menjadi penyebab utama kebocoran ginjal.

Deteksi kebocoran ginjal memerlukan pemeriksaan urin untuk melihat adanya protein atau albumin. Jika terdeteksi, pasien akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut seperti tes darah dan biopsi ginjal untuk menentukan penyebab kebocoran dan terapi yang tepat.

Selain kebocoran ginjal, anemia merupakan komplikasi serius yang lazim dialami oleh pasien PGK. Anemia terjadi akibat penurunan produksi eritropoietin (EPO), hormon penting yang merangsang pembentukan sel darah merah. “Anemia pada pasien ginjal kronis harus dikendalikan, karena dapat mempercepat progresi penyakit ginjal menuju gagal ginjal dan meningkatkan risiko komplikasi lainnya,” ungkap dr. Yasmine.

Untuk membantu mengatasi anemia, pasien PGK sering diberikan erythropoiesis-stimulating agent (ESA), seperti Efepoetin Alfa, yang merupakan produk long-acting dan hanya perlu diberikan 1-2 kali dalam sebulan. Terapi ini lebih nyaman dibandingkan ESA biasa, dengan frekuensi injeksi yang lebih jarang.

Mengingat dampak serius dari kebocoran ginjal dan anemia, deteksi dini sangatlah penting. Dalam acara edukasi kesehatan ini, yang diselenggarakan oleh Kalbe, berbagai inisiatif telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan ginjal. Inisiatif tersebut mencakup talkshow kesehatan yang menjelaskan pentingnya menjaga ginjal sejak dini, pemeriksaan kesehatan gratis untuk mendeteksi gangguan ginjal, serta kampanye gaya hidup sehat yang melibatkan perubahan pola makan untuk menjaga kesehatan ginjal.

Dr. Yasmine menekankan pentingnya deteksi awal sebagai kunci dalam mengelola kesehatan ginjal. Dengan pemahaman yang baik dan kesadaran akan risiko, diharapkan masyarakat dapat memperlambat progresi penyakit ginjal dan menunda kebutuhan akan terapi dialisis, yang merupakan beban finansial baik bagi pasien maupun pemerintah.

Edukasi semacam ini sangat krusial dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan ginjal, serta memotivasi mereka untuk menjalani gaya hidup lebih sehat dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Mengingat bahwa penyakit ginjal sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, kesadaran akan pentingnya pemeriksaan berkala menjadi kunci dalam pencegahan penyakit ginjal yang lebih serius.

Back to top button