Internasional

Harga Telur Ayam Meroket, Warga AS Berbondong-Bondong Beternak

Kelangkaan telur ayam di Amerika Serikat semakin mengkhawatirkan, menyebabkan harga komoditas ini meroket hingga 160% dibandingkan tahun 2019. Kenaikan harga yang tajam ini membuat beberapa supermarket terpaksa membatasi jumlah pembelian telur untuk pelanggan mereka. Berita ini menjadi sorotan utama karena memicu respons masyarakat untuk mencari solusi alternatif dengan beternak ayam di rumah.

Berry, seorang peternak ayam, mengungkapkan bahwa penjualan ayam ternaknya meningkat dua kali lipat. Menurutnya, saat ini mereka menjual lebih dari 100 ekor ayam setiap minggu. “Kami berharap penjualan bisa meningkat tiga kali lipat lagi,” ujarnya. Di masa lalu, ia hanya membutuhkan waktu 2 hingga 3 minggu untuk menjual ayam dalam jumlah yang sama ketika persediaan telur masih melimpah. Namun, saat ini, tingginya permintaan membuat proses penjualan menjadi lebih cepat.

Salah satu pelanggan baru Berry, Arturo Becerra, memilih untuk membeli ayam sebagai langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan telur bagi keluarganya yang besar. Ia baru saja membeli 10 ekor ayam seharga US$ 400 (sekitar Rp 6,5 juta), ditambah dengan biaya pakan ayam sebesar US$ 20 (sekitar Rp 327.000) untuk sebulan. “Telur ayam sekarang sangat mahal. Ternak ayam untuk telur jelas jauh lebih hemat biaya,” ungkap Becerra, yang berusia 57 tahun. Meskipun ayam-ayamnya masih muda dan belum bisa bertelur, Becerra merasa langkah ini adalah keputusan yang lebih ekonomis untuk masa depan.

Di beberapa daerah di Texas, pemerintah setempat memberikan izin bagi warganya untuk memelihara ayam asalkan mematuhi peraturan kesehatan yang berlaku. Bahayanya memiliki ayam juga diantisipasi melalui pedoman keselamatan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC). Dengan cara ini, masyarakat dapat berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan terhadap pasokan telur dari luar sambil memastikan bahwa mereka memenuhi kebutuhan sendiri.

Namun, kelangkaan telur ayam tidak hanya berdampak pada kenaikan harga, tetapi juga menimbulkan masalah sosial. Pada 1 Februari 2025, sekitar 100.000 telur ayam seharga US$ 40.000 (Rp 654 juta) dicuri dari truk distribusi di Antrim, Pennsylvania. Kejadian ini menunjukkan betapa tinggi nilainya telur ayam saat ini. Pihak kepolisian setempat hingga kini masih melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku pencurian tersebut.

Di Seattle, sebuah restoran juga mengalami kerugian ketika 500 butir telur ayam diambil dari inventarisnya. Berry menekankan, bahwa kelangkaan ini juga disebabkan oleh wabah penyakit yang menewaskan puluhan juta ayam di seluruh negeri. Proses untuk mengganti puluhan juta ayam tersebut tentunya tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. “Butuh waktu setidaknya dua hingga tiga bulan untuk keadaan kembali normal,” tambah Berry.

Keinginan masyarakat untuk beternak ayam sebagai solusi jangka pendek menunjukkan respons inovatif terhadap tantangan yang dihadapi. Selain itu, trend ini juga memberikan harapan untuk meminimalisir dampak dari kelangkaan telur dalam jangka waktu panjang. Dengan melakukan ternak ayam secara mandiri, masyarakat tidak hanya dapat menghemat biaya, tetapi juga menjalani gaya hidup yang lebih mandiri dan berkelanjutan.

Seiring dengan meningkatnya minat terhadap beternak ayam, diharapkan masyarakat dapat berkontribusi lebih jauh dalam mencukupi kebutuhan telur domestik mereka sendiri. Dalam konteks yang lebih luas, fenomena ini mencerminkan dinamika pasar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kesehatan hewan, permintaan konsumen, dan keberlanjutan sumber pangan.

Mega Puspita adalah seorang penulis di situs berita octopus.co.id. Octopus adalah platform smart media yang menghadirkan berbagai informasi berita dengan gaya penyajian yang sederhana, akurat, cepat, dan terpercaya.

Berita Terkait

Back to top button