
Wedbush Securities, sebuah perusahaan jasa keuangan, mengeluarkan pernyataan yang menarik perhatian terkait potensi harga iPhone jika diproduksi sepenuhnya di Amerika Serikat (AS). Menurut prediksi mereka, harga iPhone bisa melambung hingga USD3.500 atau setara dengan Rp59 juta. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang dampak pemindahan produksi ini terhadap konsumen dan industri teknologi secara keseluruhan.
Kepala Penelitian Wedbush Securities, Dan Ives, menyatakan bahwa pemindahan produksi iPhone ke AS adalah “kisah fiksi”. Pernyataan ini mencerminkan tantangan besar yang harus dihadapi Apple jika ingin beralih dari ketergantungan pada pabrik-pabrik di China. Saat ini, sebagian besar iPhone, yakni sekitar 90 persen, dirakit di China. Selain itu, komponen penting lainnya seperti chip yang digunakan dalam iPhone mayoritas diproduksi di Taiwan, sementara panel layar berasal dari Korea Selatan.
Ives menjelaskan bahwa tingginya harga iPhone buatan AS disebabkan oleh perlunya Apple untuk membangun kembali rantai pasokan yang kompleks. Dalam konteks ini, perang dagang antara AS dan China juga menjadi faktor yang signifikan. Baru-baru ini, Washington memberlakukan tarif impor sebesar 145 persen untuk semua produk yang dibuat di China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan tarif 84 persen terhadap produk-produk asal AS. Hal ini semakin menekan posisi Apple, yakni sebagai salah satu perusahaan yang paling terdampak oleh ketegangan perdagangan antara kedua negara tersebut.
“Apple adalah perusahaan yang sangat terjebak dalam perang tarif ini, dan ini memang bisa menjadi kiamat ekonomi, terutama bagi industri teknologi,” tambah Ives. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan perdagangan ini berpotensi berdampak negatif pada harga produk dan strategi bisnis Apple di masa mendatang.
Dalam upaya mengatasi ketergantungan terhadap China, Apple berencana untuk melakukan investasi yang signifikan. Pada bulan Februari yang lalu, perusahaan ini mengumumkan komitmen investasi sebesar USD500 miliar di AS dalam jangka waktu empat tahun ke depan. Rencana ini bertujuan untuk memperluas produksi di luar China dan meminimalkan dampak dari perang tarif yang merugikan.
Dari sudut pandang konsumen, lonjakan harga iPhone menjadi isu yang patut dicermati. Dengan harga yang bisa mencapai Rp59 juta, iPhone akan semakin menjadi barang luks dan sulit dijangkau bagi banyak orang. Hal ini juga akan berdampak pada pangsa pasar Apple di segmen smartphone, di mana banyak pesaing menawarkan produk dengan spesifikasi tinggi namun dengan harga yang lebih terjangkau.
Berita ini tentu saja menimbulkan berbagai spekulasi tentang strategi jangka panjang Apple. Mengingat pentingnya inovasi dan daya saing di industri teknologi, langkah Apple untuk memperluas produksi di dalam negeri bisa menjadi keuntungan dalam jangka panjang. Namun, konsumen akan terus menjadi penentu penting dalam keputusan bisnis perusahaan tersebut, terutama terkait harga dan nilai produk yang mereka tawarkan.
Ke depan, perkembangan keadaan ekonomi global dan kebijakan perdagangan akan sangat mempengaruhi keputusan Apple dan pelaku industri lainnya. Sementara itu, bagi para penggemar iPhone, informasi ini merupakan sinyal akan adanya perubahan besar yang dapat mempengaruhi tidak hanya cara mereka membeli smartphone, tetapi juga cara mereka melihat merek dan nilai yang dihadirkan oleh Apple di pasar global.