
Seorang pemimpin senior Hamas, Osama Hamdan, mengklaim bahwa rezim Israel secara sistematis melanggar perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati, dengan penghalang utama untuk rekonstruksi Gaza adalah pemblokiran bahan bakar dan material konstruksi. Dalam wawancara yang dikutip oleh kantor berita Palestina, Shahab, Hamdan menuding Israel berusaha memperpanjang agresi terhadap Jalur Gaza melalui tindakan yang dianggap melawan kesepakatan yang ada.
Hamdan menjelaskan bahwa setiap hari, Israel memblokir masuknya 50 truk bahan bakar ke Gaza dan membatasi material konstruksi yang sangat dibutuhkan untuk membangun kembali infrastruktur penting, termasuk rumah sakit yang rusak. Ia mencatat bahwa dari 65.000 rumah yang dijanjikan masuk ke Gaza, hanya 15 unit rumah prefabrikasi yang berhasil mencapai daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa upaya rekonstruksi pascakonflik di Gaza terhambat parah, sementara masyarakat setempat terus menderita akibat keterbatasan sumber daya.
Menurut Hamdan, selama fase pertama perjanjian gencatan senjata yang berlangsung selama 42 hari, sebanyak 116 warga Palestina tewas, menunjukkan bahwa meskipun ada kesepakatan, kekerasan masih terjadi. Ia juga mengungkapkan bahwa dalam beberapa hari terakhir, Israel telah melakukan 210 pelanggaran terhadap wilayah udara Gaza, yang berkaitan dengan pengawasan dan serangan. Mencegah kembalinya pengungsi Palestina ke rumah mereka disebut sebagai salah satu tindakan yang mencederai perjanjian tersebut.
Berdasarkan keadaan ini, Hamas mendesak komunitas internasional untuk menekan Israel agar beralih ke fase kedua dari perjanjian gencatan senjata. Hamdan menegaskan bahwa tanpa adanya langkah tersebut, belum ada jaminan akan terjadinya pembebasan bagi para tahanan yang disandera. Ia menyoroti bahwa Israel telah meminta perpanjangan fase pertama, namun Hamas bersikeras bahwa transisi ke fase kedua adalah kunci untuk mengakhiri perang secara nyata.
Penting untuk dicatat bahwa konflik di Gaza telah berlangsung lama, dengan berbagai gencatan senjata yang dilakukan di masa lalu. Namun, situasi yang dihadapi oleh warga Gaza saat ini menunjukkan bahwa implementasi dari kesepakatan yang ada tetap sulit. Persoalan ini menjadi lebih kompleks dengan adanya berbagai faktor politik dan dukungan internasional yang tidak konsisten.
Dalam angkatan ini, kekhawatiran terhadap kondisi kemanusiaan di Gaza terus meningkat, dengan banyak laporan tentang krisis yang dihadapi oleh warga sipil. Keterbatasan dalam akses bahan bakar dan material pembangunan menambah beban bagi masyarakat yang telah kehilangan rumah dan mata pencaharian mereka akibat konflik yang berkepanjangan.
Keinginan Hamas untuk melanjutkan ke fase kedua perjanjian gencatan senjata mencerminkan harapan untuk mencapai perdamaian yang lebih stabil. Namun, tanpa adanya kerjasama dan komitmen dari kedua belah pihak, kemajuan menuju rekonstruksi dan pemulihan wilayah tampak sulit dicapai.
Seiring dengan meningkatnya tekanan dari masyarakat internasional, masa depan Gaza dan penderitaan warganya tetap berada dalam ketidakpastian. Dengan semua dinamika yang ada, penting bagi semua pihak untuk berupaya mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua yang terlibat dalam konflik ini.