
PT Timah Tbk (TIMAH) terus mengakselerasi pengembangan mineral logam tanah jarang (Rare Earth Element atau REE) dengan meluncurkan Pilot Plant di Tanjung Ular, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Inisiatif ini merupakan bagian dari komitmen TIMAH untuk mendukung program hilirisasi mineral nasional, sejalan dengan visi Presiden Prabowo yang mendorong hilirisasi dan industrialisasi guna meningkatkan nilai tambah dalam negeri.
Dalam kunjungan yang dihadiri oleh Wakil Direktur Utama MIND ID, Dany Amrul Ichdan, dan Direktur Pengembangan Usaha TIMAH, Dicky Octa Zahriadi, fasilitas ini ditaajbkan sebagai landmark penting dalam pengolahan REE di Indonesia. Dany menekankan bahwa grup MIND ID memiliki keunggulan dalam mengelola sumber daya LTJ yang belum dimiliki negara lain, serta potensi untuk memproses REE di dalam negeri, yang akan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat Indonesia.
Sebagai informasi, elemen tanah jarang terdiri dari 15 unsur, di antaranya Cerium, Lantanum, Neodymium, dan Praseodimium. Pengembangan sumber daya ini diyakini akan menjadikan Indonesia sebagai basis penting untuk mengembangkan ekosistem industri strategis di masa depan.
Fokus utama saat ini adalah pada revitalisasi dan modifikasi Pilot Plant yang ada, yang bertujuan untuk mengolah monasit—bahan baku utama REE. Proyek ini diharapkan dapat segera memberikan nilai tambah melalui industrialisasi yang berbasis pada mineral ikutan dari penambangan timah. Ini merupakan langkah strategis yang juga mendukung inovasi teknologi dan peningkatan nilai tambah ekonomi, terutama karena REE sangat dibutuhkan dalam industri-industri seperti magnet permanen, baterai hibrida, dan elektronik.
Direktur Pengembangan Usaha TIMAH, Dicky Octa Zahriadi, menjelaskan, pada tahun 2024, TIMAH berencana untuk mencari mitra teknologi guna mempercepat proses pengolahan monasit menjadi produk Mix Rare Earth Carbonate. Kolaborasi ini akan melibatkan berbagai lembaga mitra dari dalam dan luar negeri untuk memastikan pengembangan teknologi yang optimal.
Dalam pernyataannya, Dicky juga menyoroti potensi thorium yang terkandung dalam REE sebagai sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Dengan mengoptimalkan potensi ini, perusahaan dapat berkontribusi pada kemandirian energi nasional.
Pilot Plant ini telah beroperasi sejak tahun 2010, namun di tengah pengembangan, terdapat beberapa tantangan, seperti ketersediaan teknologi pengolahan yang teruji dan sedikitnya opsi mitra strategis. Proses revitalisasi yang memakan waktu dan memerlukan dukungan teknis juga menjadi perhatian. Meskipun demikian, TIMAH berkomitmen untuk menjalankan pilot plant sebagai tahap awal validasi teknologi dan pengujian skala terbatas.
Ke depan, TIMAH berencana membangun pabrik pengolahan REE skala komersial yang memanfaatkan monasit sebagai bahan baku dari mineral ikutan timah. Rencana ini diharapkan mampu memperluas rantai pasok industri berbasis sumber daya alam mineral nasional, serta memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Proyek Rare Earth Element di Tanjung Ular diharapkan menjadi tonggak penting dalam pemanfaatan REE, di mana komponen ini menjadi kunci dalam pengembangan teknologi masa depan dan transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan. Dengan dukungan dari MIND ID dan berbagai mitra strategis, TIMAH optimis dapat mengakselerasi pengembangan industri ini, memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional serta masyarakat luas.