
Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia sedang melakukan pemeriksaan intensif terhadap dua orang hakim, Agam Syarief Burhanudin dan Ali Muhtarom, terkait dugaan aliran dana suap dalam perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang ditangani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Penggeledahan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan menghasilkan penyitaan yang mencolok, yakni 21 motor mewah dan 7 sepeda.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan bahwa penyidik sedang mendalami lebih lanjut keterkaitan kedua hakim tersebut terhadap dugaan suap yang melibatkan putusan ontslag atau pembebasan terhadap terdakwa korporasi. “Kami terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang terlibat, termasuk tim majelis hakim yang menangani perkara tersebut,” ungkap Harli di Jakarta.
Saat ini, penyidik juga berusaha menemui Djumyanto, Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan, yang sampai saat ini belum memenuhi panggilan. Penyidik berencana untuk melakukan penjemputan paksa terhadapnya untuk menggali informasi lebih dalam mengenai kasus tersebut. Djumyanto mengungkapkan bahwa ia datang ke kantor Kejaksaan Agung dengan itikad baik untuk memberikan keterangan. Namun, sayangnya, ia tidak dapat bertemu langsung dengan penyidik karena keterlambatannya.
Dalam perkembangan terbaru, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini, antara lain mantan Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Pusat, M. Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain Arif, ada juga tiga tersangka lainnya: Wahyu Gunawan, Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, serta dua pengacara bernama Marcella Santos dan Ariyanto. Diduga, Arif menerima uang suap sebesar Rp60 miliar melalui Wahyu, yang berperan sebagai orang kepercayaannya.
Kasus ini bermula dari putusan majelis hakim yang membebaskan beberapa perusahaan besar seperti PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dari tuntutan. Dalam sidang yang berlangsung pada tanggal 19 Maret 2025, hakim memutuskan bahwa tindakan korporasi tersebut tidak memenuhi unsur tindak pidana. Keputusan ini memicu reaksi dari pihak Kejaksaan Agung yang merasa putusan tersebut tidak sejalan dengan tuntutan yang sebelumnya diajukan, sehingga mereka mengajukan kasasi.
Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus, menyatakan bahwa mereka masih mendalami lebih lanjut aliran dana yang mungkin terlibat dalam kasus ini. Langkah penyidikan, termasuk penggeledahan dan penyitaan barang-barang, menjadi bagian tak terpisahkan dari usaha untuk menyelidiki dugaan praktik korupsi di kalangan pejabat kehakiman. “Kami berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini agar semua pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ungkap Qohar.
Dalam rangka mendukung penyidikan, Kejaksaan Agung juga mengimbau masyarakat untuk aktif berpartisipasi dengan memberikan informasi jika memiliki data atau saksi yang relevan dengan kasus ini. Selain itu, lembaga hukum juga berencana memperketat pengawasan terhadap berbagai praktik suap yang dapat merusak integritas sistem peradilan.
Melihat kondisi ini, tindakan tegas dari Kejaksaan Agung menjadi sorotan publik. Kejaksaan diharapkan dapat membawa keadilan bagi masyarakat dan menghindari terulangnya praktik penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan pengadilan. Penegakan hukum yang transparan dan akuntabel adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum.