
Gaza mengalami kondisi kemanusiaan yang semakin kritis, dengan pengepungan yang berlangsung lama semakin mengancam nyawa anak-anak dan orang tua. Dalam jumpa pers yang diselenggarakan secara daring dari Kantor PBB di Jenewa, Juliette Touma, Direktur Komunikasi Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), menyebut situasi di Gaza sebagai “pembunuh diam-diam.” Ia menekankan bahwa anak-anak di Gaza tidur dalam keadaan lapar dan semakin terpuruk akibat blokade yang ketat.
Menurut Touma, hampir 5.000 truk bantuan yang siap untuk masuk ke Gaza terhambat masuknya akibat larangan dari Israel, menyebabkan banyak keluarga tidak bisa mendapatkan makanan yang mereka butuhkan. “Keputusan Israel sangat menghambat upaya kami untuk memberikan bantuan, membahayakan nyawa warga sipil yang tidak bisa melarikan diri dari serangan,” ujarnya, menyoroti tantangan yang dihadapi warga sipil, terutama anak-anak.
Kota Rafah, yang terletak di bagian selatan Gaza, menjadi salah satu daerah paling parah terdampak dari situasi ini. Sekitar 97% wilayah Rafah telah mengalami pengungsian paksa, memaksa sekitar 150.000 orang untuk kembali mengungsi. Sebelumnya, Rafah menjadi tempat berlindung bagi lebih dari 1,4 juta orang, tetapi kini banyak rumah dan fasilitas kesehatan yang hancur.
PBB memperkirakan bahwa lebih dari 90% penduduk Gaza telah kehilangan tempat tinggal mereka, dan sebagian besar di antara mereka harus mengungsi hingga 13 kali. Touma menggambarkan situasi tersebut sebagai sangat mengerikan, di mana warga terus berpindah-pindah tanpa tahu ke mana harus pergi, sambil tetap merasa tidak aman.
Data tambahan menunjukkan bahwa sejak konflik bersenjata meningkat pada akhir tahun 2023, lebih dari 50 staf UNRWA dilaporkan telah ditahan dan dianiaya oleh otoritas Israel. Ini semakin menyulitkan UNRWA untuk menjalankan misi kemanusiaan di lapangan. Keadaan keuangan UNRWA juga sangat genting, setelah sempat terhenti pada awal tahun 2024, sebagian besar donor kini kembali memberikan dana, kecuali Amerika Serikat. Namun, kebutuhan bantuan tetap sangat besar.
Selain itu, PBB juga menyampaikan peringatan keras mengenai risiko lumpuhnya layanan kesehatan di Gaza, yang akan semakin memperburuk situasi. Dengan fasilitas kesehatan yang rusak dan kurangnya pasokan obat-obatan serta air bersih, banyak warga sipil berisiko mengalami kondisi darurat kesehatan yang lebih serius.
Jelas bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berlangsung di Gaza memerlukan perhatian luas dari komunitas internasional. Masyarakat internasional didesak untuk memberikan dukungan, baik berupa bantuan kemanusiaan maupun diplomasi untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan ini. Rakyat Gaza, terutama anak-anak dan orang tua, berharap akan adanya perubahan yang dapat membawa mereka ke dalam kondisi kehidupan yang lebih manusiawi dan aman. Dalam masa-masa sulit ini, sangat penting bagi semua pihak untuk berperan aktif dalam mencari solusi yang damai.