Gaza Terancam Krisis Pangan di Ramadan Usai Blokade Israel

Warga Palestina di Gaza menghadapi ancaman krisis pangan sejelang bulan Ramadan, menyusul keputusan Israel untuk memblokir bantuan kemanusiaan. Kondisi ini diperburuk oleh situasi perang yang berkepanjangan, yang telah menyebabkan kelaparan dan ketidakpastian mengenai pasokan makanan.

Sejak dimulainya gencatan senjata pada bulan Januari, terdapat harapan akan adanya peningkatan jumlah bantuan kemanusiaan yang dapat masuk ke Gaza. Namun, harapan tersebut sirna setelah Israel mengumumkan pembatasan baru terhadap bantuan, memaksa warga untuk berbondong-bondong ke toko-toko agar dapat mengumpulkan makanan dan barang kebutuhan pokok sebelum pasokan semakin menipis.

Kementerian Dalam Negeri Palestina mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak menimbun barang, menegaskan bahwa semua komoditas pokok masih tersedia. Meski demikian, harga barang-barang kebutuhan sehari-hari mulai melonjak. Sebagai contoh, harga satu nampan telur meningkat dari 20 shekel menjadi 30 shekel, mencerminkan dampak langsung dari krisis akibat pembatasan yang diterapkan.

Kekhawatiran akan kelaparan di Gaza bukanlah hal baru. Warga telah berjuang selama berbulan-bulan di tengah kondisi yang semakin memburuk. Seorang pria lokal menggambarkan situasi ini sebagai “perang psikologis” yang melanda masyarakat Gaza. Ketidakpastian dan kekurangan pasokan makanan diperparah oleh tindakan pemerintah Israel yang dinilai tidak konsisten dengan kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya dicapai.

Israel menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan hanya akan diperbolehkan jika Hamas setuju untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata, yang semakin menegaskan kompleksitas konflik ini. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebutkan bahwa Israel mengikuti rencana yang diusulkan oleh Amerika Serikat untuk memperpanjang fase tersebut. Namun, tidak ada konfirmasi resmi dari pihak AS mengenai rencana tersebut, dan Hamas menolak untuk memperpanjang kesepakatan ini.

Penolakan Hamas mengindikasikan bahwa perundingan antara kedua pihak akan semakin sulit. Sementara itu, berbagai pihak internasional, termasuk Uni Eropa, Arab Saudi, Mesir, Qatar, dan Yordania, terlibat dalam kritik terhadap Israel terkait langkahnya memblokir bantuan. Mereka mendesak agar situasi ini segera ditangani demi menghindari krisis kemanusiaan yang lebih besar di Gaza.

Kondisi menjelang Ramadan ini menjadi lebih mendesak, di mana kebutuhan akan makanan dan sumber daya lainnya meningkat. Ramadan, yang merupakan bulan suci bagi umat Islam, biasanya melibatkan peningkatan dalam kegiatan sosial dan penyediaan makanan bagi mereka yang membutuhkan. Namun, dengan kondisi yang ada saat ini, masyarakat Gaza sangat khawatir tentang seberapa banyak makanan yang dapat mereka dapatkan.

Dalam situasi seperti ini, dengan makanan yang semakin sulit diakses, masyarakat Gaza berusaha keras untuk bertahan. Mereka mencoba menghindari krisis pangan yang berpotensi menghancurkan, terutama saat bulan Ramadan mendatang. Pemerintah setempat berusaha mengendalikan lonjakan harga, namun tantangan besar tetap ada saat pasokan pangan semakin menipis.

Ke depan, harapan akan adanya kebijakan yang lebih mendukung akses terhadap bantuan kemanusiaan sangat diperlukan. Tanpa langkah konkret dari berbagai pihak, tidak hanya Israel dan Hamas, tetapi juga komunitas internasional, krisis ini hanya akan semakin memburuk. Masyarakat Gaza membutuhkan dukungan dan perhatian lebih agar mereka dapat menjalani bulan Ramadan dengan layak dan mendapatkan makanan yang cukup untuk bertahan hidup.

Back to top button