
Krisis kesehatan di Jalur Gaza mencapai tingkat yang memprihatinkan, dengan laporan menyebutkan bahwa sekitar 80 persen pasien tidak dapat mendapatkan pengobatan yang diperlukan. Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza, Munir al-Barsh, menyampaikan kondisi ini dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera pada Rabu (26/3), menegaskan bahwa sistem perawatan kesehatan di wilayah tersebut berada dalam situasi kritis. “Kami memperkirakan ada kematian baru setiap menit,” ungkapnya.
Saat ini, rumah sakit di Gaza kekurangan kebutuhan dasar, di mana serangan terbaru dari Israel telah menyebabkan kematian 15 tenaga medis dan melukai banyak lainnya. Dalam situasi ini, setidaknya 15 rumah sakit dan 23 ambulans dilaporkan mengalami kerusakan. Kondisi tragis ini dipicu oleh lanjutan serangan Israel, yang disebut sebagai respons terhadap penolakan Hamas terhadap rencana AS untuk memperpanjang gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Gencatan senjata yang telah berlaku dari 19 Januari hingga 1 Maret bulan ini resmi berakhir, dan pada 2 Maret, Israel mengumumkan larangan terhadap bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza. Pengumuman ini muncul menyusul pernyataan dari Israel bahwa mereka akan memutuskan pasokan listrik ke Gaza. Pabrik desalinasi, yang sangat penting bagi produksi air minum, bergantung pada pasokan listrik, sehingga putusnya pasokan tersebut berpotensi memperparah krisis air bersih di wilayah tersebut.
Dampak dari krisis ini sangat dirasakan oleh lebih dari 2 juta penduduk Gaza yang terjerat dalam nyawa yang tidak pasti. Sekarang, sebagian besar infrastruktur kesehatan dan pelayanan publik sudah hampir runtuh, mengakibatkan meningkatnya angka kematian dan penyebaran penyakit yang lebih besar lagi, seiring dengan sulitnya akses terhadap air bersih dan obat-obatan.
Alih-alih memperlihatkan tanda-tanda perbaikan, situasi semakin memburuk. Kedua pihak terlibat masih terjebak dalam konflik yang tampaknya tiada akhir, dan untuk saat ini, upaya mediasi untuk membawa kedamaian tampaknya belum menunjukkan hasil yang signifikan. Perdana Menteri Palestina, Mohammad Mustafa, juga menyerukan komunitas internasional untuk mendesak Israel menghentikan serangan dan memperhatikan pelanggaran yang terjadi terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia.
Mustafa menegaskan pentingnya meminta pertanggungjawaban Israel atas tindakannya dan meminta agar Palestina diberikan tanggung jawab penuh atas wilayah yang diduduki, termasuk Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. Survei menunjukkan bahwa makanan, air bersih, dan akses terhadap layanan kesehatan adalah semakin sulit diperoleh.
Rangkaian serangan yang berlangsung selama beberapa bulan berturut-turut telah meninggalkan jejak kerusakan yang parah dalam sasis sosial dan ekonomi Gaza. Saat ini, banyak rumah sakit terpaksa menutup layanan kesehatan mereka atau beroperasi di bawah kapasitas yang sangat terbatas. Dengan akses yang semakin buruk, pasien dalam kondisi darurat semakin sulit mendapatkan penanganan yang diperlukan, dan hanya menunggu kemampuan sistem kesehatan yang semakin memburuk.
Masyarakat internasional diharapkan dapat lebih peka terhadap situasi kemanusiaan yang tengah berlangsung. Upaya untuk menghentikan kekerasan di Gaza dan memberikan kembali akses terhadap kebutuhan dasar terutama di sektor kesehatan, kini seharusnya menjadi prioritas bagi dunia. Keterlibatan masyarakat global dalam merespons masalah ini dianggap krusial untuk mencegah krisis kesehatan yang lebih dalam dan lebih luas lagi di Jalur Gaza.