Serangkaian serangan terhadap kendaraan listrik Tesla di Amerika Serikat telah memicu perhatian serius dari pihak berwenang. Direktur FBI, Kash Patel, menyatakannya sebagai tindakan terorisme domestik. Dalam sebuah pernyataan pada Senin, 24 Maret 2025, Patel menegaskan bahwa FBI telah membentuk satuan tugas khusus untuk menangani insiden ini. “Kami akan mengejar, menangkap, dan mengadili siapa pun yang bertanggung jawab atas gelombang kekerasan ini,” tegas Patel.
Ketegangan meningkat setelah polisi menemukan perangkat pembakar di salah satu dealer Tesla di Austin, Texas. Tim penjinak bom segera dikerahkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Menurut Departemen Kehakiman AS, alat pembakar ini dirancang untuk menyebabkan kebakaran dan luka-luka. Sampai saat ini, kepolisian setempat masih mencari tersangka yang terlibat dalam insiden tersebut.
Asisten Direktur FBI untuk Urusan Publik, Ben Williamson, menjelaskan bahwa satuan tugas khusus ini akan berkolaborasi dengan Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF) untuk menyelidiki deretan serangan ke Tesla. Williamson menegaskan bahwa pembentukan tim ini hanya merupakan langkah awal dari serangkaian tindakan yang akan diambil untuk melindungi Tesla dan konsumennya.
Dalam upaya lebih lanjut, satuan tugas yang beranggotakan sepuluh orang ini terdiri dari penyelidik dari divisi kontraterorisme ATF, FBI, serta unit khusus senjata pemusnah massal. Penugasan agen ATF di kantor FBI di San Antonio, Texas, setelah terjadinya serangan dengan menggunakan bom molotov, merupakan salah satu langkah signifikan dalam penyelidikan ini.
Serangan terhadap Tesla dinyatakan telah meningkat secara signifikan setelah CEO Tesla, Elon Musk, dipilih oleh Presiden Donald Trump untuk memimpin Kantor Efisiensi Pemerintah (DOGE). Sejak Januari 2025, FBI telah memperingatkan masyarakat mengenai aksi vandalisme yang menargetkan mobil Tesla, infrastruktur, dan stasiun pengisian daya di berbagai negara bagian. Setidaknya sembilan negara bagian melaporkan serangan semacam itu dalam tiga bulan terakhir, sebagian besar diduga memiliki latar belakang politik.
Berdasarkan informasi dari Departemen Kehakiman AS, terdapat tiga tersangka yang telah ditangkap dan didakwa di South Carolina, Colorado, dan Oregon terkait dengan serangan ini. Jaksa Agung Pam Bondi menekankan bahwa tindakan ini merupakan kejahatan terorisme domestik yang dapat dihukum dengan penjara hingga dua dekade. Selain itu, Presiden Donald Trump juga mengemukakan kemungkinan untuk mendeportasi pelaku ke penjara super maksimum di El Salvador sebagai bentuk sanksi tegas terhadap aksi penyerangan ini.
FBI dan ATF menganggap serangan ini sebagai ancaman serius, terutama mengingat tren meningkatnya kekerasan terhadap perusahaan yang berinovasi dalam teknologi ramah lingkungan. “Ini bukan hanya tindakan kriminal biasa. Ini adalah ancaman terhadap industri dan inovasi,” ujar seorang pejabat FBI yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dalam konteks ini, Tesla dan pihak terkait lainnya sangat tetap pada kewaspadaan untuk melindungi aset mereka. Kejadian-kejadian seperti serangan ini menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan yang mempelopori transformasi industri otomotif dengan produk-produk yang berbasis teknologi dan berkelanjutan.
Terlebih lagi, peristiwa-peristiwa seperti ini tidak hanya memengaruhi persepsi publik terhadap perusahaan otomotif, tetapi juga menjadikan diskusi mengenai keamanan dan kebebasan berekspresi dalam dunia teknologi menjadi subyek yang semakin relevan. Penegakan hukum dan peraturan terkait serangan terhadap instalasi teknologi, seperti yang dilakukan FBI, menjadi langkah krusial dalam mengatasi potensi krisis yang lebih besar di masa depan.