
Hamas Palestina dan Israel telah mencapai kesepakatan gencatan senjata yang sangat dinanti-nantikan, yang akan mulai berlaku pada tanggal 19 Januari 2025. Pengumuman resmi mengenai perjanjian ini disampaikan pada Rabu, 15 Januari 2025, setelah 460 hari konflik yang telah mengakibatkan kehancuran besar di Gaza dan menewaskan lebih dari 46.707 warga Palestina. Kabar ini disambut dengan gegap gempita oleh warga Gaza yang merayakan di jalanan dengan teriakan yel-yel kemenangan, menandakan harapan baru setelah tahun-tahun penuh penderitaan.
Kesepakatan gencatan senjata ini terdiri dari tiga fase utama yang dirancang untuk memberikan solusi bagi situasi yang telah mengakibatkan banyaknya korban jiwa dan pengungsi. Berikut adalah rincian dari masing-masing fase:
Fase Pertama akan dimulai dengan Hamas membebaskan 33 warga Israel yang ditahan, termasuk perempuan, anak-anak, dan warga sipil berusia di atas 50 tahun. Sebagai balasan, Israel diharapkan membebaskan lebih banyak tahanan Palestina. Dalam fase ini, Israel juga akan menarik pasukannya dari wilayah pemukiman padat di Gaza, menjauh hingga tidak lebih dari 700 meter dari perbatasan Gaza-Israel. Selain itu, jalur bantuan akan dibuka dengan kapasitas pengiriman hingga 600 truk per hari, dan warga Palestina yang terluka dapat keluar dari Gaza untuk mendapatkan perawatan medis. Penyeberangan Rafah ke Mesir juga akan dibuka tujuh hari setelah fase ini dimulai. Dalam waktu 50 hari, Israel berkomitmen untuk menarik pasukannya sepenuhnya dari Koridor Philadelphi, yang berbatasan dengan Mesir.
Fase Kedua akan dilaksanakan jika fase pertama sukses. Pada tahap ini, Hamas akan membebaskan seluruh tawanan Israel yang masih hidup, termasuk tentara laki-laki, sedangkan Israel akan membebaskan lebih banyak tahanan Palestina. Proses penarikan pasukan Israel dari Gaza juga akan dimulai dalam fase ini, yang memang ditunggu-tunggu oleh banyak pihak.
Fase Ketiga, sebagai tahap akhir dari perjanjian, akan mencakup penyerahan jenazah para tawanan yang tersisa. Sebagai imbalannya, rencana rekonstruksi wilayah Gaza selama tiga hingga lima tahun ke depan akan dilaksanakan. Proses rekonstruksi ini diharapkan dapat mengatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh konflik dan membantu pemulihan masyarakat Gaza. Seluruh proses akan berada di bawah pengawasan internasional untuk memastikan kelancaran dan transparansi dalam pelaksanaannya.
Gencatan senjata ini bukan hanya sekadar penghentian sementara kekerasan, tetapi juga merupakan langkah penting dalam hukum internasional yang mengatur konflik bersenjata. Gencatan senjata didefinisikan sebagai penghentian aksi kekerasan antara pihak-pihak yang terlibat, dengan tujuan utama untuk memberikan ruang bagi diplomasi, melindungi populasi sipil, dan memfasilitasi pendistribusian bantuan kemanusiaan.
Prinsip-prinsip dalam hukum gencatan senjata yang berlaku, seperti persetujuan semua pihak, kewajiban untuk mematuhi kesepakatan, dan tujuan kemanusiaan, harus dihormati oleh semua pihak agar perjanjian ini dapat berlangsung dengan baik. Pelanggaran terhadap kesepakatan ini dapat berujung pada sanksi atau konsekuensi diplomatik yang lebih serius.
Kesepakatan ini memberikan harapan baru bagi rakyat Palestina dan Israel untuk memulai proses rekonsiliasi setelah mengalami konflik yang berkepanjangan dan penuh dengan tragedi. Dengan adanya pengawasan internasional, diharapkan gencatan senjata ini dapat menjadi langkah awal menuju perdamaian yang berkelanjutan, membuka jalan bagi kehidupan yang lebih baik bagi semua pihak terlibat dalam konflik yang telah menelan banyak korban jiwa.