
Efek samping pare untuk penderita diabetes sering terabaikan, meskipun tanaman ini dikenal sebagai “obat alami” yang dapat membantu menurunkan gula darah. Sebelum memutuskan untuk mengonsumsi pare secara rutin, penting untuk memahami data ilmiah serta batasan penggunaannya, terutama dari lembaga yang kredibel. Berikut adalah beberapa fakta mengejutkan mengenai efek samping pare yang jarang diketahui, merujuk pada penelitian terbaru.
Pertama, pare diketahui memang dapat menurunkan kadar gula darah. Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada pada tahun 2020 menunjukkan bahwa ekstrak pare mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetik hingga 34%. Namun, riset tersebut juga memperingatkan bahwa konsumsi pare yang berlebihan dapat memicu hipoglikemia, kondisi ketika kadar gula darah terlalu rendah. Peneliti utama, Dr. Ahmad Fuady, menambahkan bahwa pare mengandung senyawa yang disebut charantin dan polipeptida-P, yang berfungsi mirip insulin. Oleh karena itu, bagi penderita diabetes yang juga mengonsumsi obat medis, penggabungan ini dapat berisiko membuat kadar gula darah turun drastis.
Kedua, konsumsi pare juga bisa berdampak pada fungsi hati dan ginjal. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) mengungkap dalam penelitian tahun 2022 bahwa konsumsi jus pare sebanyak 200 ml per hari selama delapan minggu pada pasien diabetes tipe 2 dapat meningkatkan enzim hati (AST dan ALT) pada 15% partisipan. Meski peningkatan ini belum mencapai level berbahaya, hal ini mengisyaratkan perlunya pemeriksaan kesehatan organ vital sebelum mengonsumsi pare secara rutin.
Untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan, Kementerian Kesehatan RI merekomendasikan takaran konsumsi pare. Untuk jus pare, disarankan maksimal 50-100 ml per hari, yang setara dengan satu buah kecil. Sementara itu, untuk rebusan pare, satu gelas (200 ml) dengan 10 gram irisan pare kering dianjurkan. Penderita diabetes juga diingatkan untuk menghindari konsumsi pare dalam keadaan mentah secara berlebihan, karena mengandung lectin yang dapat mengganggu pencernaan.
Menariknya, berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa pare tidak bisa dipandang sebagai pengganti obat diabetes. Riset terbaru dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperlihatkan bahwa dalam uji coba selama tiga bulan, pasien yang hanya mengonsumsi pare mengalami fluktuasi kadar gula darah hingga 40% lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan kombinasi pare dan metformin. Ini menegaskan bahwa pare lebih berfungsi sebagai pendamping terapi, bukan sebagai pengganti utama.
Bagi mereka yang tetap ingin merasakan manfaat pare, terdapat beberapa cara aman dalam mengolahnya. Menurut berbagai sumber, teknik seperti merebus pare dengan daun jambu biji dapat mengurangi rasa pahit dan menetralkan senyawa toksik yang ada. Fermentasi pare menjadi teh selama tiga hari juga dikatakan dapat menurunkan kadar lectin hingga 70%. Selain itu, mengombinasikannya dengan temulawak bisa berfungsi untuk melindungi hati dari efek samping pare.
Namun, penting untuk diingat kapan waktu yang tepat untuk menghentikan konsumsi pare. Tanda-tanda seperti pusing, gemetar, atau keringat dingin dapat menjadi indikator awal hipoglikemia. Jika seseorang mengalami mual atau nyeri perut hebat, disarankan untuk segera menghentikan konsumsi dan memeriksakan keadaan fungsi hati. Data dari RS Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa satu dari 20 pasien diabetes mengalami intoleransi terhadap pare karena sensitivitas individu.
Dengan demikian, meskipun pare memiliki banyak manfaat potensial untuk penderita diabetes, efek sampingnya tidak bisa dianggap sepele. Bagi siapapun yang ingin memanfaatkan kekayaan herbal Indonesia, penting untuk selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Ingatlah bahwa meskipun pare adalah bahan alami, setiap interaksi dengan tubuh bisa sangat kompleks.