Erick Thohir Jamin UU BUMN Baru Tak Kebalkan Petinggi dari Korupsi

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, angkat bicara mengenai ketentuan dalam Undang-Undang (UU) BUMN yang baru, terutama mengenai posisi Direksi dan Komisaris BUMN yang kini tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara. Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran yang berkembang tentang potensi pengurangan efektivitas penegakan hukum, terutama dalam hal penanganan kasus korupsi yang menyangkut badan usaha milik negara.

Erick menegaskan, meskipun ada perubahan status dalam UU BUMN terbaru, setiap Direksi dan Komisaris BUMN yang terlibat korupsi akan tetap dapat ditindak secara hukum. Ia menyampaikan, “Kalau kasus korupsi ya tetap aja di penjara. Enggak ada hubungannya lah kalau pihak yang melakukan kasus korupsi tidak ada hubungan dengan isu payung hukum bukan penyelenggara negara. Korupsi ya korupsi,” dalam konferensi pers di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, pada tanggal 5 Mei 2025.

Kekhawatiran tersebut mencuat di tengah pandangan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mungkin mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti kasus-kasus terkait korupsi di BUMN. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa ketiadaan status penyelenggara negara bagi para pejabat BUMN dapat mengerem langkah hukum yang harusnya diambil.

Untuk memastikan bahwa penegakan hukum tetap berjalan dengan baik, Kementerian BUMN tengah menjalankan kerja sama dengan KPK dan Kejaksaan Agung. Erick menyatakan bahwa saat ini mereka sedang mendefinisikan kerugian negara atau kerugian korporasi untuk menyamakan persepsi dalam hal penegakan hukum. “Di SOTK terbaru nanti Deputi BUMN ditambah dari 3 ke 5. Salah satu fungsinya tadi, menangkap korupsi,” tambahnya.

Dengan perubahan struktur organisasi di Kementerian BUMN, Erick menjelaskan bahwa mereka akan meningkatkan kewenangan dalam hal penegakan hukum melalui kolaborasi dengan institusi penegak hukum lainnya. “Nah, itu (penegakan hukum) yang kita tidak punya ekspertisnya. Makanya kita kerja sama dengan KPK, Kejaksaan. Siapa tahu kita akan menarik individu dari mereka untuk duduk di bawah kementerian,” imbuhnya.

Langkah ini diharapkan dapat memberikan sinergi dalam upaya memberantas korupsi yang marak terjadi di BUMN. Selain itu, Kementerian BUMN juga berupaya untuk menjadi pengawas dan investigator kinerja BUMN dengan memaksimalkan peran baru ini.

Di sisi lain, banyak pihak juga menyoroti pentingnya pengawasan internal dalam setiap BUMN agar kasus korupsi dapat diminimalisir. Kementerian BUMN pun mengakui bahwa kekuatan dalam pengawasan ini sangat penting untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN.

Dalam perkembangan terbaru ini, KPK juga menyatakan bahwa meskipun posisi Direksi dan Komisaris BUMN bukan termasuk penyelenggara negara, tindakan korupsi tetap dapat dikenakan sanksi pidana. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada perubahan dalam UU, akuntabilitas hukum tetap ditekankan.

Dengan segala upaya yang dilakukan, harapan utama adalah terciptanya lingkungan yang lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan BUMN. Perubahan pada UU BUMN diharapkan tidak menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindak pidana, melainkan menjadi dasar yang kokoh bagi penegakan hukum dan integritas dalam pengelolaan BUMN di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button