Ekonom Ragu GovTech Prabowo Hemat Rp100 Triliun, Apa Alasannya?

Center of Economics and Law Studies (Celios) mengungkapkan keraguan terkait klaim penghematan anggaran hingga Rp100 triliun melalui implementasi Government Technology (GovTech) yang dijadwalkan diluncurkan pada 17 Agustus 2025. Kasus ini menyoroti tantangan struktural dalam pemerintahan yang mungkin menghambat efektivitas program yang dipromosikan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, menjelaskan bahwa keraguan tersebut berasal dari adanya tumpang tindih antara tugas dan fungsi GovTech serta kementerian atau lembaga terkait. “Tumpang tindih ini jelas terasa ketika mereka (GovTech) di bawah Peruri, namun tidak secara langsung berada di bawah K/L terkait,” terang Huda. Ia menambahkan bahwa kehadiran Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang memiliki fungsi serupa dapat membatasi kewenangan GovTech, yang menyebabkan efektivitas program tersebut menjadi tidak jelas.

Menurut Huda, hingga saat ini, tidak terlihat kemajuan signifikan dari implementasi GovTech, yang seharusnya menjadi cekungan digital bagi berbagai aplikasi pemerintah. "Maka hingga saat ini, GovTech ini belum terlihat," ungkapnya. Dalam konteks ini, Huda menarik perhatian pada GovTech yang sebelumnya diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang menurutnya juga mengalami stagnasi akibat masalah struktur organisasi dan ego sektoral dalam pemerintahan.

Meski demikian, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan tetap optimis. Ia mengungkapkan bahwa program GovTech akan mendorong digitalisasi pemerintahan dan integrasi berbagai aplikasi kementerian. Dalam rapat di Istana Merdeka pada 19 Maret 2025, Luhut menjelaskan bahwa peluncuran ini bertujuan untuk menciptakan efisiensi serta meminimalisasi potensi korupsi di lingkungan pemerintahan.

Rencana tersebut diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada, namun tantangan yang dihadapi oleh GovTech sangat signifikan. Dengan implementasi yang diharapkan selama beberapa tahun ke depan, program ini akan menjadi sorotan penting bagi pemerintahan Prabowo Subianto untuk menunjukkan efektivitasnya dalam merampingkan birokrasi dan memperbaiki pengelolaan anggaran.

"Presiden 17 Agustus ingin meresmikan atau meluncurkan program GovTech ini yang akan menyatukan semua aplikasi di kementerian dan lembaga. Dengan demikian akan terjadi efisiensi dan juga pengurangan korupsi," lanjut Luhut. Namun, optimisme ini harus diimbangi dengan kejelasan peran dan fungsi GovTech dalam struktur pemerintahan yang kompleks.

Untuk lebih memahami permasalahan ini, penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor berikut:

  1. Tumpang Tindih Tupoksi: Ketidakjelasan dalam struktur dan fungsi tugas antara GovTech dan kementerian terkait dapat menyebabkan kebingungan serta menurunkan daya saing program.

  2. Stagnasi Inisiatif Sebelumnya: Pengalaman negatif dari peluncuran GovTech sebelumnya di bawah pemerintahan Jokowi menambah kekhawatiran bahwa solusi yang sama tidak akan efektif jika tantangan struktural tidak diatasi.

  3. Dukungan dan Integrasi: Keberhasilan GovTech sangat bergantung pada dukungan penuh dari semua kementerian dan lembaga untuk mengintegrasikan sistem mereka ke dalam satu platform yang seragam.

  4. Tujuan yang Dapat Diukur: Untuk memastikan bahwa klaim penghematan anggaran dianggap valid, perlu ada indikator kinerja yang dapat diukur dan dilaporkan secara transparan.

Sambil menunggu peluncuran yang dijadwalkan, perhatian harus difokuskan pada bagaimana pengembangan GovTech dapat diatur dengan baik agar fungsi dan tugasnya dapat dilaksanakan tanpa overlapping dengan lembaga lain. Dengan situasi seperti ini, skeptisisme yang muncul dari berbagai pihak menjadi hal yang wajar, dan menjadi tantangan bagi pemerintah untuk meyakinkan publik akan potensi penghematan yang dijanjikan.

Exit mobile version