DPR Panggil RSHS dan Unpad Terkait Kasus Pemerkosaan Dokter PPDS

Kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung terhadap pendamping pasien terus menuai sorotan. Menanggapi insiden tragis ini, Komisi IX DPR Republik Indonesia segera mengambil langkah dengan merencanakan pemanggilan pihak RSHS dan Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk mendapatkan klarifikasi dan melakukan evaluasi berkaitan dengan kejadian tersebut.

Anggota Komisi IX DPR, Melly Goeslaw, menyatakan bahwa pertemuan awal dengan manajemen RSHS dan Unpad telah dilaksanakan pada Senin, 14 April 2025, di Bandung. Dalam pertemuan tersebut, diskusi mengarah pada perbaikan regulasi dan penguatan sistem perlindungan pasien. “Habis ini saya akan sampaikan ke pimpinan Komisi IX untuk mengundang semua pihak ke DPR, untuk membicarakan terkait Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan perbaikan regulasi,” ungkap Melly.

Kasus ini bukan hanya sekadar insiden kriminal, tetapi juga mencerminkan kegagalan dalam menjaga integritas dan keselamatan pasien di lingkungan rumah sakit. Melly menekankan bahwa pemanggilan RSHS dan Unpad difokuskan pada tiga hal utama: penguatan sistem perlindungan pasien, pengawasan lembaga pendidikan kedokteran, serta pencegahan agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.

Dalam pernyataannya, Melly juga menegaskan bahwa semua pihak berkomitmen untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa. “Ini jadi pembelajaran untuk universitas, rumah sakit, hingga masyarakat,” tegasnya. Dengan adanya keinginan untuk melaksanakan proses pemanggilan yang cepat, Melly menyatakan akan berkoordinasi segera dengan pimpinan untuk menentukan agenda rapat dengan RSHS dan Unpad.

Tindak lanjut dari kasus ini akan melibatkan tidak hanya Komisi IX, tetapi juga Komisi X DPR yang akan mengadakan rapat terbuka untuk membahas perbaikan sistem pendidikan kedokteran nasional. Hal ini menunjukkan bahwa DPR berupaya untuk lebih menyeluruh dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan kedokteran, serta menjamin bahwa standar etika dan profesionalisme dokter dapat dijaga dengan baik.

Dalam masyarakat, kasus pemerkosaan ini menggugah keprihatinan yang lebih luas mengenai perlindungan bagi pasien, keamanan di fasilitas kesehatan, dan tanggung jawab lembaga pendidikan dalam mempersiapkan tenaga medis yang tidak hanya kompeten secara klinis tetapi juga memiliki etika yang tinggi.

Polemik ini juga memunculkan seruan untuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. Para ahli dan aktivis kesehatan telah mendorong agar pihak berwenang lebih proaktif dalam mengimplementasikan kebijakan yang dapat melindungi pasien dan menggugurkan segala jenis pelecehan serta penyalahgunaan di rumah sakit.

Kemajuan ke arah sistem kesehatan yang lebih baik dan aman membutuhkan keterlibatan berbagai pihak. Parameternya tidak hanya harus dilihat dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi etika, pendidikan, serta tanggung jawab sosial. Dengan menjalin kerjasama antara DPR, pihak rumah sakit, universitas, dan masyarakat, diharapkan insiden tragis seperti ini tidak akan terulang di masa mendatang.

Kasus pemerkosaan dokter PPDS ini berfungsi sebagai panggilan untuk semua pihak agar berkolaborasi demi terciptanya lingkungan medis yang lebih aman dan lebih berintegritas. Pengawasan yang ketat, peraturan yang jelas, dan sistem pendidikan yang baik adalah kunci untuk mencegah pelanggaran di masa depan. RSHS dan Unpad diharapkan dapat memberikan penjelasan yang transparan dan mengambil langkah konkret untuk memperbaiki situasi ini dalam waktu yang dekat.

Berita Terkait

Back to top button