
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, mengkritik kebijakan Badan Urusan Logistik (Bulog) yang melibatkan Babinsa (Bintara Pembina Desa) dalam menyerap gabah dari petani. Kritikan ini muncul menyusul instruksi Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pengendalian harga gabah dan beras.
Alex menegaskan bahwa peran Bulog seharusnya berfokus pada situasi di mana harga jual beras petani menurun di bawah nilai keekonomisan. Dalam kondisi sebaliknya, di mana harga jual beras meningkat, Bulog tidak perlu melakukan intervensi. “Jika harga sudah lebih dari Rp 6.500 per kg, tidak ada alasan bagi Bulog untuk turun tangan,” ujar Alex dalam rilisnya, sambil menyoroti bahwa kebijakan ini seharusnya tidak menimbulkan kesan intervensi yang bersifat memaksa.
Kebijakan melibatkan Babinsa dalam penyerap gabah ini merupakan langkah strategis Bulog dalam menghadapi musim panen pada kuartal pertama 2025. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), total produksi beras Indonesia diperkirakan mencapai 8 juta ton hingga Maret 2025 dan akan meningkat menjadi 13-14 juta ton pada bulan berikutnya. Dalam konteks ini, perlu adanya kepastian harga yang kompetitif bagi petani agar mereka dapat meraih keuntungan yang optimal.
Presiden Prabowo sendiri menekankan pentingnya menjaga kestabilan harga gabah di tingkat petani agar kesejahteraan petani meningkat. Dalam pernyataannya, Prabowo menyebutkan bahwa petani harus diberikan keleluasaan untuk menjual hasil panennya kepada pihak yang menawarkan harga terbaik. “Penting bagi kita untuk tidak menghambat potensi petani dalam menjual hasil pertanian mereka,” tambah Alex.
Dalam pandangannya, keterlibatan Babinsa bisa menimbulkan kontroversi. Alex khawatir bahwa kebijakan ini bisa memberikan kesan bahwa aparat keamanan mungkin akan menekan petani untuk menjual gabah ke Bulog, yang bertentangan dengan prinsip pasar bebas. “Negara tidak boleh melakukan monopoli dalam sektor ini. Kami memandang bahwa petani harus memiliki kebebasan untuk menjual gabah mereka, terutama kepada pembeli yang menawarkan harga yang lebih baik,” ungkapnya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga mendukung pemikirannya, menekankan bahwa harga tebus Bulog yang ditetapkan saat ini sudah sesuai dan ideal bagi petani. “Jika pedagang swasta memberikan harga yang lebih tinggi, maka sebaiknya pasar bekerja sesuai mekanisme yang ada,” katanya. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden yang menginginkan agar petani sejahtera tanpa adanya intervensi pemerintah yang bersifat destruktif.
Rencananya, surat edaran Bulog terkait wajibnya penjualan ke mereka telah menimbulkan pertanyaan di kalangan para petani. Banyak dari mereka menghargai kebijakan yang mendorong Bulog untuk menyerap hasil panen, namun saat muncul keharusan penjualan, validitas dari kebijakan ini mulai dipertanyakan. “Surat tersebut seolah memberikan tuntutan bagi petani untuk menjual ke Bulog. Ini jelas menyalahi apa yang diharapkan oleh Presiden,” tegas Alex.
Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumbar I, Alex Indra Lukman menekankan bahwa esensi dari instruksi Presiden adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani, dan tentunya tidak ada perlunya untuk menginterpretasikan kebijakan ini secara berlebihan. Banyak petani yang merasa terbantu dengan kebijakan tersebut saat harga masih dalam batas yang wajar. Namun, tantangan ke depannya adalah bagaimana memastikan kebebasan bagi petani dalam memilih pembeli yang sesuai, serta memastikan Bulog dapat menjalankan fungsinya tanpa menimbulkan kesan penekanan atau monopoli pada sektor ini. Sekali lagi, kesejahteraan petani harus menjadi prioritas utama dalam setiap langkah kebijakan yang diambil.