
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan rencana anggaran pertahanan yang mencetak rekor baru, mencapai angka USD 1 triliun atau setara dengan Rp16,8 kuadriliun. Pengumuman tersebut disampaikan Trump pada hari Senin, 7 April 2025, saat pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih. Meskipun saat ini pemerintahannya sedang giat melakukan pemotongan pengeluaran federal, keputusan ini mencerminkan komitmen Trump untuk memperkuat kekuatan militer AS di tengah ancaman global yang semakin meningkat.
Dalam pernyataannya, Trump menekankan pentingnya membangun dan memperkuat angkatan bersenjata. “Kami sangat sadar akan biaya tetapi militer adalah sesuatu yang harus kami bangun dan kami harus kuat karena Anda memiliki banyak kekuatan yang buruk di luar sana sekarang,” tutur Trump, sebagaimana dikutip dari media RT. Pernyataan ini mencerminkan pandangannya bahwa keamanan negara harus menjadi prioritas utama, terlepas dari tantangan anggaran yang ada.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, mendukung visi Presiden dengan menyatakan, “Kami bermaksud untuk membelanjakan setiap dolar pembayar pajak dengan bijak – untuk kemampuan mematikan dan kesiapan.” Komitmen ini menunjukkan bahwa meskipun anggaran semakin meningkat, efisiensi penggunaan dana tetap menjadi sorotan utama.
Namun, usulan anggaran yang dicanangkan Trump ini berbeda jauh dari rencana yang dikeluarkan oleh pendahulunya. Menteri Pertahanan di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, Lloyd Austin, sebelumnya telah mengusulkan peningkatan anggaran pertahanan sebesar USD 50 miliar dari proyeksi untuk tahun fiskal 2026. Ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam pendekatan pemotongan dan pengeluaran yang diusung oleh kedua pemerintahan.
Menariknya, pada bulan Februari, Pentagon sendiri telah mengusulkan pemotongan anggaran sebesar 8%. Meskipun demikian, fokus utama tetap pada pengembangan teknologi terbaru seperti pesawat nirawak, kapal selam, dan upaya pertahanan di perbatasan AS-Meksiko serta pencegahan terkait dengan China. Ini mencerminkan pergeseran strategi pertahanan yang mempertimbangkan dinamika ancaman baru, meskipun ada tekanan untuk mengurangi pengeluaran.
Saat ini, anggaran Departemen Pertahanan AS tercatat sebesar USD 895,2 miliar. Jumlah ini sudah tergolong besar, namun Pentagon masih menghadapi kritik tajam terkait transparansi dan efisiensi pengelolaan dana. Faktanya, Pentagon telah gagal lulus audit selama tujuh tahun berturut-turut, yang menunjukkan adanya masalah mendasar dalam akuntabilitas dan manajemen sumber daya.
Dengan adanya kebijakan ini, Trump mengimplikasikan bahwa meskipun ada pemotongan di sektor lain melalui Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), yang dipimpin oleh Elon Musk dan telah mengakibatkan pemecatan sekitar 280.000 pekerja federal, prioritas untuk memperkuat militer tetap menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Janji untuk meningkatkan anggaran pertahanan ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan dan kesiapan militer AS di kancah global, terutama dalam menghadapi tantangan dari negara-negara lain yang mungkin memberdayakan kekuatan militer mereka.
Di tengah ketegangan geopolitik yang terus meningkat, terutama terkait dengan isu-isu seperti agresi Rusia dan persaingan dengan China, rencana anggaran pertahanan Trump mungkin akan menjadi salah satu topik utama dalam diskusi kebijakan luar negeri dan keamanan nasional. Dengan memperkuat anggaran ini, pemerintahan Trump berharap dapat memberikan respons yang lebih baik terhadap tantangan yang dihadapi oleh AS dalam konteks global yang semakin kompleks.