
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencananya untuk memberlakukan larangan perjalanan baru yang akan mencegah warga Afghanistan dan Pakistan memasuki AS, yang mulai berlaku dalam waktu dekat. Keputusan ini berangkat dari hasil tinjauan pemerintah mengenai risiko keamanan dan prosedur pemeriksaan di negara-negara asal tersebut. Informasi ini diperoleh dari beberapa sumber terpercaya yang meminta identitas mereka tidak diungkapkan.
Kebijakan ini mengingatkan pada larangan perjalanan yang dikeluarkan Trump pada masa jabatan pertamanya, yang sebelumnya melibatkan tujuh negara dengan mayoritas Muslim. Kebijakan ini mengalami sejumlah perubahan sebelum akhirnya disetujui oleh Mahkamah Agung pada tahun 2018. Dalam pernyataannya, Trump menekankan bahwa langkah ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan nasional dengan memperketat pemeriksaan warga asing yang ingin masuk ke AS.
Sumber yang mengetahui kebijakan tersebut menyebutkan bahwa negara-negara lain juga mungkin akan masuk dalam daftar larangan, meskipun belum ada kejelasan mengenai negara mana saja yang dimaksud. Dalam konteks ini, kebijakan baru ini berpotensi berdampak besar terhadap puluhan ribu warga Afghanistan yang telah mendapat persetujuan untuk menetap di AS sebagai pengungsi atau penerima Visa Imigran Khusus (SIV). Hal ini menjadi krusial, mengingat banyak dari mereka menghadapi risiko pembalasan dari Taliban akibat peran mereka yang mendukung AS selama dua dekade terakhir.
Selain itu, pada 20 Januari, Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang meminta pemeriksaan keamanan lebih ketat bagi warga asing yang ingin masuk ke AS. Perintah ini juga menginstruksikan sejumlah anggota kabinet untuk menyusun daftar negara yang wajib dikenakan larangan perjalanan, baik secara penuh maupun sebagian, pada 12 Maret, mengingat evaluasi sistem pemeriksaan keamanan yang dianggap lemah.
Dari laporan yang beredar, Afghanistan hampir dipastikan akan masuk dalam daftar larangan sepenuhnya, sementara Pakistan juga direkomendasikan untuk dicantumkan dalam daftar tersebut. Namun, Departemen Luar Negeri dan berbagai lembaga terkait belum memberikan komentar resmi mengenai kebijakan ini.
Penting untuk dicatat bahwa warga Afghanistan yang telah mendapatkan ijin masuk ke AS melalui program pengungsi atau Visa Imigran Khusus telah menjalani proses pemeriksaan yang sangat ketat, sehingga mereka termasuk kelompok yang paling diperiksa secara menyeluruh di dunia. Sementara itu, kantor yang mengelola pemukiman kembali warga Afghanistan sedang berupaya untuk mendapatkan pengecualian bagi pemegang Visa Imigran Khusus dari larangan ini. Namun, kemungkinan pengecualian tersebut disetujui dinilai cukup rendah.
Pihak yang bertanggung jawab atas relokasi warga Afghanistan dilaporkan diminta untuk menyusun rencana penutupan operasi pada bulan April yang akan datang. Di sisi lain, Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan menghadapi berbagai tantangan, termasuk ancaman dari kelompok ISIS di kawasan tersebut. Pakistan juga tengah berjuang melawan militansi ekstremis yang masih aktif.
Larangan perjalanan ini merupakan salah satu langkah dalam rangka kebijakan imigrasi yang lebih ketat yang diimplementasikan Trump selama masa pemerintahannya yang kedua. Pada bulan Oktober, Trump telah mengisyaratkan rencananya dalam pidato publik, di mana ia berjanji untuk membatasi perjalanan dari beberapa negara lain yang dianggap mengancam keamanan nasional, seperti Jalur Gaza, Libya, Somalia, Suriah, dan Yaman.
Shawn VanDiver, kepala koalisi #AfghanEvac yang bekerjasama dengan pemerintah AS dalam evakuasi dan pemukiman kembali warga Afghanistan, menegaskan penting bagi mereka yang memiliki visa AS yang masih berlaku untuk melakukan perjalanan secepatnya sebelum aturan baru diberlakukan. “Meskipun belum ada pengumuman resmi, beberapa sumber dalam pemerintahan AS menyebutkan bahwa larangan perjalanan baru dapat dimulai dalam waktu yang sangat dekat,” ujarnya.
Saat ini, sekitar 200.000 warga Afghanistan terdaftar untuk dipindahkan ke AS atau dalam proses pengajuan visa pengungsi dan Visa Imigran Khusus. Mereka terjebak di Afghanistan dan hampir 90 negara lainnya, termasuk sekitar 20.000 orang yang berada di Pakistan sejak Trump mengeluarkan perintah larangan sementara untuk penerimaan pengungsi dan bantuan luar negeri pada awal tahun. Kebijakan ini diperkirakan akan memengaruhi secara signifikan jalur pemindahan bagi mereka yang telah menunggu kesempatan untuk memulai kehidupan baru di AS.