Donald Trump Dituding Hancurkan Kebebasan Akademik di AS

Pemerintahan Donald Trump dikritik karena tindakan yang dianggap mengancam kebebasan akademik di Amerika Serikat. Organisasi Protect Democracy menilai bahwa ancaman pemotongan dana kepada institusi pendidikan merupakan taktik untuk mendominasi pengajaran dan penelitian di kampus-kampus. Rachel Goodman, perwakilan dari Protect Democracy, mengatakan, “Ancaman pemotongan dana oleh pemerintahan Trump merupakan taktik terang-terangan untuk memaksa kampus tunduk pada kontrol pemerintah, yang jelas-jelas melanggar hukum.”

Salah satu institusi yang terdampak adalah Universitas Harvard, yang mengalami pembekuan dana federal sebesar US$2,2 miliar pada 14 April 2025. Pembekuan ini terjadi setelah Harvard menolak tuntutan pemerintah yang berfokus pada penanganan isu anti-Semitisme di kampus. Tidak hanya itu, Trump juga mengancam akan mencabut status bebas pajak Harvard jika lembaga tersebut tidak mengikuti tuntutan untuk memperketat pengawasan atas proses penerimaan mahasiswa dan kebebasan akademik para dosen.

Trump mengklaim bahwa status bebas pajak tersebut “sepenuhnya bergantung pada tindakan untuk kepentingan umum”, merujuk pada ketidakpuasannya terhadap protes yang berlangsung di kampus-kampus terhadap perang Israel di Gaza. Menanggapi ancaman tersebut, Presiden Harvard Alan Garber menegaskan bahwa tidak ada pemerintah, terlepas dari partainya, yang berhak menentukan konten ajaran di universitas swasta atau mengatur penerimaan mahasiswa dan tenaga pendidik.

Tindak lanjut terhadap kebijakan ini mendapat dukungan dari mantan Presiden Barack Obama. Dalam sebuah pernyataan, Obama memuji keberanian Harvard untuk menolak intervensi pemerintah yang dianggapnya melanggar hukum. Ia berharap institusi lain mengikuti jejak Harvard dalam mempertahankan kebebasan akademik yang esensial untuk penyelidikan intelektual dan debat terbuka. Dukungan juga datang dari 876 anggota fakultas Universitas Yale, yang menandatangani surat terbuka yang mengekspresikan solidaritas terhadap Harvard dan menolak tindakan pemerintah yang dinilai mengancam fondasi masyarakat demokratis, termasuk kebebasan berekspresi.

Universitas Columbia di New York menunjukkan respons berbeda dalam menghadapi ancaman pemotongan dana sebesar US$400 juta. Kampus tersebut memutuskan untuk menarik diri dari protes terhadap konflik Israel dan berkomitmen untuk mengawasi Departemen Timur Tengah. Hal ini diambil setelah menerima tuntutan dari pemerintah untuk meninjau cara mereka menangani protes dan program akademis yang berkaitan dengan studi Timur Tengah.

Di sisi lain, Massachusetts Institute of Technology (MIT) melaporkan bahwa sembilan mahasiswanya kehilangan visa dalam kurun waktu satu minggu terakhir. Presiden MIT, Sally Kornbluth, memperingatkan bahwa situasi ini akan berdampak buruk pada daya saing dan kepemimpinan intelektual Amerika Serikat.

Situasi ini mengambarkan konflik yang sedang terjadi antara institusi akademik dengan pemerintah dalam konteks kebebasan akademik dan pengawasan. Dalam pernyataan terpisah, banyak pihak menyerukan perlunya melindungi otonomi institusi pendidikan di AS dari intervensi pemerintah yang berpotensi merusak proses akademik.

Dalam beberapa bulan terakhir, perdebatan mengenai kebebasan akademik semakin memanas, dengan berbagai pihak mendukung perlunya lingkungan edukasi yang mendukung perdebatan terbuka dan penyelidikan ilmiah. Akibat ketegangan ini, insiden pemotongan dana dan pengawasan ketat terhadap kampus menjadi isu yang mendominasi diskusi, menciptakan atmosfer yang bisa berdampak besar terhadap kebijakan pendidikan tinggi di AS.

Kondisi ini menjadi alarm bagi sebagian besar institusi pendidikan, di mana mereka harus menavigasi antara kesetiaan terhadap prinsip akademik dan tuntutan eksternal yang datang dari pemerintahan. Tantangan ini diyakini akan terus berkembang, seiring dengan meningkatnya perhatian publik terhadap bagaimana kebebasan akademik harus dijaga di tengah intensitas politik yang tinggi.

Berita Terkait

Back to top button