
Dokter spesialis mata, dr. Referano Agustiawan, SpM(K), mengungkapkan keprihatinannya terhadap mitos meluas yang masih beredar di masyarakat mengenai pengobatan sakit mata dengan air kencing. Dalam acara peluncuran Matapedia di Jakarta, dr. Referano menjelaskan bahwa keberadaan informasi yang tidak akurat ini, yang sering kali berasal dari omongan tetangga atau tradisi lokal, dapat memperburuk kondisi kesehatan mata.
Mata merupakan organ vital yang dekat dengan otak. Jika terjadi infeksi, risiko penyebarannya ke otak menjadi sangat tinggi. “Mata itu organ terdekat dengan otak, jadi begitu infeksi bisa langsung tersebar ke otak,” ujar dr. Referano. Ia menambahkan bahwa selama bertahun-tahun menangani berbagai kasus sakit mata, ia kerap menemui pasien yang memperparah kondisi mereka dengan pengobatan tidak berbasis ilmiah.
Penanganan sakit mata dengan cara-cara yang salah, seperti menggunakan air kencing, dianggap sangat berbahaya. Keterikatan masyarakat pada metode ini sering kali disebabkan oleh kepercayaan turun-temurun yang tidak memiliki bukti ilmiah. Di pedesaan, air kencing, terutama dari bayi yang dianggap ‘murni’, diyakini memiliki sifat penyembuh. Cerita-cerita sukses seperti “dulu anak saya sembuh setelah diteteskan air kencing” semakin memperkuat mitos ini, walaupun bertentangan dengan kebenaran medis.
Data menunjukkan bahwa sekitar 8 juta orang di Indonesia mengalami gangguan penglihatan. Dari jumlah tersebut, 1,6 juta di antaranya mengalami kebutaan, sedangkan 6,4 juta lainnya memiliki gangguan sedang hingga berat. Ironisnya, jumlah dokter spesialis mata di Indonesia sangat terbatas, hanya 3.000 orang. Ini berarti satu dokter harus menangani lebih dari 2.000 pasien, sebuah rasio yang sangat jauh dari ideal.
Dr. Referano menegaskan bahwa mitos seperti ini tidak hanya membahayakan penglihatan, tetapi juga nyawa pasien. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tidak mudah percaya pada pengobatan tanpa dukungan bukti ilmiah. Keterbatasan informasi mengenai kesehatan mata di Indonesia juga menjadi gagasan utama di balik peluncuran Matapedia, ensiklopedia digital kesehatan mata pertama di Indonesia. Melalui platform ini, diharapkan masyarakat dapat mengakses informasi yang akurat dan terpercaya.
Situasi terkait penyebaran informasi hoaks di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari 1.923 konten hoaks yang terdeteksi sepanjang 2024, sekitar 163 di antaranya berkaitan dengan misinformasi kesehatan. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa 27,79% masyarakat Indonesia mengakses informasi kesehatan secara online, tetapi Indeks Literasi Digital Indonesia 2024 menunjukkan angka yang relatif rendah di 43,34. Ini menunjukkan bahwa meskipun masyarakat memiliki kemampuan untuk menggunakan perangkat digital, mereka belum mampu memilah dan memverifikasi keakuratan informasi yang diterima.
“Harapan kami, tak ada lagi orang tua yang bingung menghadapi masalah mata anak karena informasi tidak akurat. Tak ada lagi pasien glaukoma yang terlambat berobat akibat mitos yang dibacanya,” pungkas dr. Referano, menekankan pentingnya edukasi dan akses informasi yang benar bagi masyarakat. Dengan adanya usaha kolektif untuk memberantas misinformasi, diharapkan angka gangguan penglihatan di Indonesia dapat berkurang secara signifikan dan tidak ada lagi mitos yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.