
Tren pembekuan sel telur, atau yang dikenal dengan istilah “egg freezing,” semakin populer di kalangan perempuan Jepang. Fenomena ini tidak hanya dipicu oleh keinginan untuk menunda kehamilan, tetapi juga oleh dukungan finansial yang semakin meluas dari perusahaan dan pemerintah daerah. Seiring dengan teknologi yang memudahkan proses penyimpanan sel telur, banyak wanita yang kini melihat pembekuan sel telur sebagai langkah perencanaan keluarga yang lebih baik.
Pembekuan sel telur dilakukan dengan cara mengambil sel telur dari ovarium wanita dan menyimpannya di rumah sakit atau bank sel telur khusus. Awalnya, prosedur ini ditujukan bagi perempuan dengan kondisi medis tertentu, seperti pasien kanker yang mengalami dampak dari pengobatan yang mungkin mengganggu kesuburan. Namun, kini semakin banyak perempuan sehat yang memilih untuk melakukannya sebagai langkah antisipatif untuk masa depan.
Biaya untuk prosedur pengambilan dan pembekuan sel telur di Jepang cukup variatif, berkisar antara ¥ 500.000 hingga ¥ 600.000 (sekitar Rp 53 juta hingga Rp 64 juta), tergantung pada jumlah sel telur yang dibekukan. Selain itu, terdapat biaya tahunan penyimpanan yang dapat mencapai ¥ 50.000 hingga ¥ 100.000 (sekitar Rp 5 juta hingga Rp 10 juta). Setelah wanita tersebut siap untuk memiliki anak, sel telur yang telah dibekukan akan dicairkan lalu dibuahi dengan sperma melalui proses bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) sebelum ditanamkan ke dalam rahim.
Salah satu karyawati di Jepang yang sudah berusia 30 tahun mengaku merasa lega setelah memutuskan untuk membekukan sel telurnya. Dia menyatakan, “Kita tidak pernah tahu apa yang bisa terjadi. Jadi, saya ingin menyimpan sel telur yang sehat sejak sekarang.” Perempuan tersebut mengambil kesempatan ini berkat program dari perusahaan tempatnya bekerja yang menanggung biaya awal hingga ¥ 400.000.
Perusahaan seperti Itochu juga telah meluncurkan program subsidi penyimpanan sel telur untuk karyawan yang ditempatkan di luar negeri. Program ini diluncurkan setelah adanya usulan dari karyawan agar bisa menjalani penugasan dengan lebih tenang tanpa perlu khawatir tentang kesuburan di masa depan. “Saya memang sudah berencana membekukan sel telur, jadi bantuan dana ini sangat membantu,” ungkap salah satu penerima program subsidi tersebut.
Dukungan pemerintah Jepang terhadap tren pembekuan sel telur juga turut berperan dalam meningkatnya jumlah perempuan yang memilih prosedur ini. Pemerintah berupaya untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perempuan dalam perencanaan keluarga mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak selebritas yang terbuka tentang pengalaman mereka membekukan sel telur, memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keputusan ini bagi karier dan keluarga.
Seiring dengan meningkatnya jumlah wanita yang mendambakan fleksibilitas dalam merencanakan kehidupan pribadi dan karir mereka, pembekuan sel telur akan tetap menjadi pilihan yang menarik. Dalam era di mana perempuan semakin berdaya dan memiliki banyak pilihan, subsidi pemerintah dan dukungan perusahaan bisa menjadi faktor penentu dalam keputusan mereka untuk menunda kehamilan. Praktik ini tidak hanya melindungi masa depan mereka secara medis tetapi juga memberikan rasa aman, bahwa mereka memiliki pilihan untuk memiliki anak di saat yang tepat bagi mereka.