Dedi Mulyadi Disarankan Adopsi 4 Pola Pikir: Tak Cukup Turun!

Analis politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Kristian Widya Wicaksono, memberikan kritik serta saran bagi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) mengenai proses pengambilan keputusan yang selama ini dilakukannya. Menurutnya, meskipun aksi turun ke lapangan dan kecepatan dalam pengambilan keputusan merupakan hal yang positif, hal ini perlu dilengkapi dengan pendekatan yang lebih strategis dan terukur.

Kristian mengakui bahwa kepemimpinan Dedi Mulyadi yang aktif berinteraksi dengan masyarakat patut diacungi jempol. Ia berpendapat, memahami langsung permasalahan masyarakat adalah langkah awal yang penting. Namun, ada kekhawatiran bahwa keputusan yang diambil KDM sering kali terburu-buru dan tidak didasari pertimbangan yang matang. “Hal ini acap kali mendatangkan konsekuensi yang kurang efektif,” ujarnya dalam keterangannya yang dikutip dari Octopus pada 12 April 2024.

Contoh nyata dari problematik ini, menurut Kristian, bisa dilihat pada beberapa kebijakan yang diambil oleh KDM. Salah satu contohnya adalah penumpukan antrean pembayar pajak di Samsat yang menyebabkan kemacetan akibat kebijakan pemutihan pajak. Kasus lain adalah amblasnya jembatan Bailey di Karawang yang disebabkan oleh keputusan pengerjaan yang diambil hanya dalam dua pekan. Selain itu, distribusi santunan Idulfitri untuk supir angkot di Bogor yang realisasinya tidak sesuai dengan jumlah yang dijanjikan juga menunjukkan dampak negatif dari keputusan yang kurang terencana.

Dalam konteks ini, Kristian menekankan pentingnya mengintegrasikan empat pola pikir strategis yang dapat meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan. Keempat pola pikir tersebut mencakup: expert thinking, critical thinking, strategic thinking, dan system thinking.

Expert thinking mengacu pada kemampuan untuk mengandalkan keahlian teknis dan pemahaman mendalam terhadap regulasi dan proses operasional. Dengan pemahaman ini, seorang kepala daerah, misalnya, bisa dengan cepat mendeteksi pemborosan dan mengarahkan solusi teknis yang tepat. “Saat menghadapi kendala pada proyek perbaikan jalan, misalnya, ia dapat dengan cepat mengarahkan tim teknis atau konsultan profesional agar solusi yang diambil tepat sasaran dan mengurangi inefisiensi,” jelasnya.

Critical thinking, di sisi lain, adalah keberanian untuk mempertanyakan asumsi dan mengevaluasi bukti dengan mendalam. Dalam kasus reformasi kesejahteraan sosial, Kristian berpendapat bahwa perlu dilakukan evaluasi terhadap data yang digunakan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tepat sasaran. “Misalnya, dengan pendekatan kritis, kepala daerah bisa menginisiasi forum partisipatif menunjuk perspektif masyarakat yang beragam sehingga menghasilkan kebijakan yang lebih transparan,” ungkapnya.

Sementara itu, strategic thinking berfokus pada cara pandang jangka panjang yang mengantisipasi tren dan tantangan masa depan. Kristian mencontohkan bahwa pemimpin daerah dapat mengintegrasikan konsep smart city dan infrastruktur berkelanjutan untuk menghadapi pertumbuhan populasi dan perubahan iklim. “Dengan merancang rencana strategis yang mencakup investasi jangka panjang di bidang transportasi, teknologi informasi, dan pendidikan, kepala daerah dapat menciptakan kota yang tidak hanya responsif, tetapi juga siap menghadapi tantangan di masa mendatang,” katanya.

Terakhir, system thinking menekankan pentingnya memahami keterkaitan antara sektor-sektor dalam tata kelola pemerintahan. Menurut Kristian, persoalan tunawisma, misalnya, tidak bisa diselesaikan hanya dari sektor perumahan, tetapi memerlukan keterlibatan sektor pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan. Keempat pola pikir tersebut dapat memberikan kerangka kerja komprehensif bagi kepala daerah dan manajer sektor publik di Indonesia.

Kristian meyakini bahwa penerapan keempat pola pikir ini tidak hanya akan membawa inovasi dalam tata kelola pemerintahan, tetapi juga meningkatkan efisiensi serta menghasilkan kebijakan yang lebih mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Dedi Mulyadi untuk meningkatkan kinerjanya sebagai Gubernur Jawa Barat di masa yang akan datang.

Berita Terkait

Back to top button