
Sebagai penanda masuknya musim tanam kedua, petani di Provinsi Aceh mulai melakukan aktivitas pembajakan lahan sawah seiring dengan meningkatnya curah hujan dalam beberapa pekan terakhir. Musim tanam gadu ini merupakan saat yang dinanti dan dihadapi dengan kewaspadaan, mengingat risiko kekeringan yang sering mengintai pada periode ini.
Di Kabupaten Pidie, terdapat sekitar 24.787 hektare lahan sawah yang tersedia untuk ditanami, namun hanya sekitar 15.000 hektare yang akan ditanami padi pada musim gadu ini. Lahan yang tersisa akan ditanami tanaman lain seperti bawang merah, cabai merah, tomat, semangka, kacang tanah, dan kacang hijau. Beberapa area yang berisiko mengalami krisis air pun dibiarkan kosong dan tidak ditanami.
“Saat musim gadu sering mengalami krisis air, kami terpaksa membagi lahan yang ditanam. Jika satu bagian lahan ditanami, bagian lain harus dibiarkan tidak ditanami, dan begitu seterusnya,” ungkap Abdullah, seorang tokoh masyarakat tani di Kecamatan Delima.
Monitoring dari Media Indonesia menunjukkan bahwa di beberapa kecamatan seperti Delima, Indrajaya, dan Peukan Baro, para petani mulai menanam padi dengan semangat tinggi. Sebagian di antara mereka masih dalam proses pengolahan tanah dan penaburan benih. Ketersediaan air bagi pertanian saat ini masih cukup baik berkat curah hujan yang konsisten dalam dua minggu terakhir, serta lancarnya akses ke saluran irigasi.
Mawardi, seorang petani dari Desa Masjid Reubee di Kecamatan Delima, optimis terhadap hasil panen kali ini. “Jika dalam dua bulan ke depan tidak terjadi kemarau, ada kemungkinan panen dapat berhasil. Yang terpenting adalah memastikan tanaman padi tetap tumbuh dengan baik,” tuturnya.
Semangat para petani di Kabupaten Pidie tampak cukup kuat, terutama karena mayoritas penduduk setempat bergantung pada pertanian, perikanan, dan kebun. Namun, mereka juga menghadapi sejumlah tantangan, seperti kelangkaan pupuk bersubsidi dan tingginya harga pestisida. Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, banyak lahan pertanian lokal mengalami serangan hama dan penyakit, yang diduga berkaitan dengan beredarnya benih ilegal atau benih tidak teruji laboratorium.
Masalah ini menggelisahkan petani, karena mereka merasa teknologi dan bantuan yang mereka terima dari lembaga terkait kadang-kadang kurang memadai. Hal ini tidak hanya berdampak pada produktivitas tanaman padi, tetapi juga pada pendapatan dan kesejahteraan mereka.
Beberapa petani mencatat bahwa penyuluh pertanian terkadang terlibat dalam peredaran benih ilegal, memunculkan masalah yang lebih kompleks dalam sektor pertanian. Kini, dengan dimulainya musim tanam gadu, harapan akan keberhasilan panen pun bersatu dalam satu tarikan napas: untuk mempertahankan tradisi pertanian mereka sekaligus menghadapi tantangan yang ada.
Dengan demikian, peningkatan curah hujan memberikan peluang tetapi juga tantangan tersendiri bagi petani Aceh. Ketekunan dan kesiapan menghadapi berbagai faktor alam dan pasar menjadi kunci bagi mereka untuk bertahan hidup dan berhasil dalam usaha pertanian mereka.