
Cisco telah mengeluarkan peringatan serius terkait dengan ancaman keamanan yang menyertai percepatan transformasi kecerdasan buatan (AI) dalam dunia bisnis. Dalam pernyataan resminya, perusahaan perangkat keras dan lunak ini menegaskan bahwa percepatan pengembangan aplikasi AI dapat menciptakan celah keamanan yang signifikan, yang berisiko mengancam integritas data serta infrastruktur perusahaan.
Jeetu Patel, Executive Vice President dan Chief Product Officer Cisco, mengungkapkan bahwa dalam kondisi persaingan yang sangat ketat ini, kecepatan pengimplementasian AI menjadi faktor penentu dalam meraih kemenangan di pasar. Namun, meskipun banyak perusahaan berlomba-lomba untuk memanfaatkan AI, tingkat kesiapan mereka dari segi keamanan masih sangat rendah. “Hanya 40% responden di Indonesia merasa benar-benar siap untuk mendeteksi dan mencegah penyusupan dengan menggunakan AI,” ungkap Patel, merujuk pada AI Readiness Index 2024.
Pejabat Cisco ini juga menekankan bahwa kecepatan implementasi tidak boleh mengorbankan keamanan. Dia mencatat bahwa aplikasi-aplikasi AI saat ini beroperasi dalam lingkungan yang semakin kompleks, termasuk penggunaan model-model yang beragam dan infrastruktur multi-cloud. Hal ini menimbulkan tantangan baru dalam menjaga keamanan, di mana kerentanan dapat muncul tidak hanya pada level aplikasi, tetapi juga pada model AI itu sendiri. Tanggung jawab atas keamanan ini menjadi kompleks karena melibatkan berbagai pihak, seperti pengembang, pengguna, dan vendor.
Selain itu, kurangnya pengawasan terhadap penggunaan data, terutama data proprietary, dapat meningkatkan risiko serangan. Penggunaan data di luar data publik dalam pelatihan model-model AI dapat menjadikan sistem lebih rentan terhadap serangan siber. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan harus menjalin kolaborasi yang kuat dan menerapkan praktik terbaik untuk melindungi sistem mereka.
Kent Noyes, Global Head of AI & Cyber Innovation di World Wide Technology, juga menyoroti pentingnya mengimbangi adopsi AI dengan peningkatan solusi keamanan siber. Dia memperingatkan bahwa risiko yang muncul akibat pengadopsian AI tidak dapat ditangani dengan solusi keamanan siber tradisional. “Perusahaan-perusahaan sekarang menghadapi jenis risiko baru yang memerlukan perhatian khusus,” ujarnya.
Dalam menghadapi risiko ini, para pengembang perlu memiliki seperangkat pagar perlindungan yang efektif untuk sistem AI mereka. Solusi seperti AI Defense dapat membantu pengembang mempercepat inovasi sambil tetap melindungi sistem AI dari serangan dan memastikan perilaku model tetap terjaga di seluruh platform.
Berbagai tantangan ini juga menyoroti perlunya pembaruan kebijakan dan strategi keamanan di tingkat perusahaan. Evaluasi berkala terhadap sistem dan pendekatan baru dalam mengelola data menjadi sangat penting untuk menjaga keamanan di era di mana AI semakin dominan. Dalam konteks ini, pelatihan dan kesadaran tentang keamanan siber bagi karyawan juga harus menjadi perhatian utama bagi manajemen.
Di tengah berbagai indikasi bahwa transformasi digital dan adopsi AI akan terus meningkat, menjaga keamanan siber sebagai bagian integral dari strategi pengembangan korporat menjadi lebih penting dari sebelumnya. Dengan informasi dan pemahaman yang tepat, perusahaan bisa lebih siap menghadapi tantangan baru yang muncul akibat implementasi AI yang cepat. Melalui kolaborasi dan inovasi dalam solusi keamanan, diharapkan perusahaan dapat memanfaatkan potensi besar dari AI tanpa mengorbankan keamanan data dan infrastruktur mereka.