
Latihan militer yang dilakukan oleh China di Laut Tasmania dekat Australia pekan lalu memicu pergeseran signifikan dalam jadwal penerbangan di kawasan tersebut. Kepala badan kontrol lalu lintas udara Australia melaporkan bahwa sebanyak 49 penerbangan terpaksa mengubah rute mereka akibat kegiatan militer tersebut. Latihan ini mendapat perhatian khusus dari pemerintah Australia dan Selandia Baru, yang menyuarakan kekhawatiran terkait kurangnya informasi yang memadai dari Beijing mengenai kegiatan tersebut.
Latihan tembak langsung yang diadakan oleh Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di perairan internasional antara Australia dan Selandia Baru ini menjadi sorotan setelah sejumlah maskapai terkemuka, termasuk Qantas, Emirates, Air New Zealand, dan Virgin Australia, dipaksa untuk mengubah rute penerbangan mereka pada Jumat, 21 Februari 2025. Hal ini terjadi setelah pihak China mengeluarkan peringatan terkait latihan tersebut yang berpotensi memengaruhi keamanan navigasi di wilayah udara internasional.
Kekhawatiran yang muncul dari pihak Australia dan Selandia Baru terfokus pada kurangnya pemberitahuan yang diterima mengenai latihan itu. Menurut CEO Airservices Australia, Rob Sharp, biasanya pilot mendapatkan informasi terkait latihan militer melalui Pemberitahuan kepada Penerbang (NOTAM) yang biasanya dikeluarkan setidaknya 24 jam sebelum kegiatan. Namun, dalam kasus ini, informasi yang diterima dinilai tidak memadai. Sharp menjelaskan bahwa seorang pilot dari Virgin Australia menginformasikan kepada pihaknya tentang rencana latihan tembak yang dilakukan China sejauh 300 mil laut (483 km) dari lepas pantai timur Australia.
Latihan ini berlangsung bersamaan dengan keberadaan fregat, kapal penjelajah, dan kapal pengisian bahan bakar Angkatan Laut China yang terlihat beroperasi di wilayah maritim Australia. Dalam pernyataannya, Kementerian Pertahanan China menyatakan bahwa mereka telah memberikan pemberitahuan keselamatan berkali-kali sebelumnya dan menegaskan bahwa semua kegiatan militer mereka mematuhi hukum internasional serta tidak membahayakan keselamatan penerbangan.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, belum menunjukkan kepanikan terkait situasi ini. Dalam konferensi pers, ia mengungkapkan bahwa otoritas pertahanan Australia sudah mengetahui keberadaan kapal-kapal China dan telah mengerahkan fregat untuk memantau situasi melalui laut maupun udara. Dia menambahkan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan kepala angkatan bersenjata untuk memastikan keselamatan di wilayah tersebut.
Latihan militer yang dilakukan oleh China tidak hanya menjadi isu lokal, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran lebih luas di kawasan Pasifik. Selandia Baru, dalam responsnya, menyatakan bahwa kapal-kapal China pada saat itu berada 218 mil laut dari Hobart, ibu kota negara bagian Tasmania.
Melihat situasi ini, penting bagi negara-negara di kawasan untuk memperkuat komunikasi dan kolaborasi dalam memastikan keamanan maritim. Latihan militer yang tidak diinformasikan dengan baik dapat menyebabkan ketegangan antara negara-negara yang terlibat dan bisa merusak stabilitas regional. Dengan meningkatnya aktivitas militer, seperti yang terlihat di Laut Tasmania, keterbukaan dan transparansi dari semua negara menjadi kunci untuk menjaga hubungan diplomatik dan keamanan bagi semua pihak yang beroperasi di wilayah tersebut.
Ke depan, pengawasan yang lebih ketat serta kerjasama antara Australia, Selandia Baru, dan negara-negara lain di kawasan Pasifik akan sangat diperlukan untuk mencegah insiden yang tidak diinginkan. Keterlibatan aktor internasional dalam menjaga keamanan maritim di kawasan ini juga perlu diperkuat, terutama mengingat adanya potensi konflik dan meningkatnya ketegangan yang dapat dipicu oleh kegiatan militer yang tidak terduga dari negara mana pun.