ChatGPT Picu Tren Gambar ala Ghibli, Apakah Kreativitas Terancam?

ChatGPT, chatbot yang dikembangkan oleh OpenAI, kini menghebohkan dunia kreatif dengan kemampuannya mengubah foto menjadi gambar bergaya Studio Ghibli. Studio Ghibli sendiri merupakan perusahaan film animasi asal Jepang yang telah melahirkan berbagai karya ikonik, seperti "Spirited Away" dan "Princess Mononoke". Dengan fitur terbaru dari ChatGPT, pengguna dapat dengan mudah membuat gambar yang menyerupai gaya visual yang khas dari studio tersebut, yang dikenal dengan keindahan artistik dan kedalaman emosionalnya.

Tren ini semakin ramai di media sosial, terutama setelah CEO OpenAI, Sam Altman, ikut mengambil bagian dengan mengubah foto profilnya di platform X menjadi gambar bergaya Ghibli. Hal ini menunjukkan betapa teknologi AI semakin mudah diakses dan digunakan oleh banyak orang, termasuk tokoh-tokoh terkenal. Namun, di balik kemeriahannya, muncul sejumlah pertanyaan serius terkait hak cipta dan dampaknya bagi industri kreatif.

Evan Brown, seorang pengacara hak kekayaan intelektual, mengungkapkan kekhawatirannya seputar pelanggaran hak cipta dalam proses pengembangan teknologi ini. “Ini menimbulkan pertanyaan. Adakah implikasi pelanggaran hak cipta dari aktivitas menjelajah web dan menyalin data ini?” tanyanya dalam pernyataannya yang dilansir oleh Tech Crunch. Brown menyoroti bahwa untuk membuat fitur ini, OpenAI kemungkinan telah melatih ChatGPT menggunakan jutaan frame dari film-film Studio Ghibli.

Di sisi lain, pendiri Studio Ghibli, Hayao Miyazaki, secara tegas menolak penggunaan AI dalam kreasi seninya. Dalam suatu kesempatan, Miyazaki pernah menyatakan, “Saya benar-benar jijik,” merujuk pada presentasi teknologi AI yang dia saksikan beberapa tahun lalu. Ia menegaskan, “Saya tidak akan pernah memasukkan teknologi ini ke dalam karya saya sama sekali. Saya merasa bahwa ini merupakan penghinaan terhadap kehidupan.” Pernyataan ini mencerminkan pandangan kritis di kalangan artist terhadap kehadiran teknologi yang dinilai dapat mengancam keaslian dan integritas seni.

Tren ini bukan hanya menarik bagi pengguna media sosial, tetapi juga menjadi perhatian para profesional di industri kreatif. Menurutnya, kemudahan dalam menciptakan gambar menggunakan AI bisa berdampak pada cara seniman menghasilkan dan mendistribusikan karya mereka. Berikut adalah beberapa poin yang perlu diperhatikan terkait dampak tren ini:

  1. Inovasi dalam Kreasi: Teknologi AI dapat berfungsi sebagai alat bantu bagi seniman dan desainer dalam eksplorasi kreatif. Ini memungkinkan mereka untuk bereksperimen dengan gaya visual yang berbeda tanpa harus menguasai teknik tersebut.

  2. Pembangunan Potensi Baru: Seniman yang mampu mengintegrasikan AI ke dalam praktik mereka dapat menemukan cara baru untuk menarik perhatian audiens, menciptakan peluang baru dalam pemasaran dan distribusi karya seni.

  3. Risiko terhadap Hak Cipta: Bergantung pada teknologi AI tanpa batasan yang jelas dapat menyebabkan pelanggaran hak cipta yang merugikan, baik bagi individu maupun perusahaan besar. Hal ini menginisiasi diskusi penting tentang regulasi di era digital.

  4. Transformasi Industri Kreatif: Jika tren ini tidak diatur, ada kemungkinan bahwa industri kreatif akan menghadapi disrupsi yang dapat mempengaruhi keberlangsungan seniman dan pekerja kreatif lainnya.

Meskipun banyak yang melihat potensi positif dari teknologi ini, tidak dapat dipungkiri bahwa ada sisi gelap yang perlu ditemukan solusinya. Perdebatan ini mencerminkan ketegangan antara kemajuan teknologi dan perlindungan terhadap hak kreatif. Dalam era di mana batasan antara manusia dan mesin semakin kabur, peran serta tanggung jawab para pemangku kepentingan di industri kreatif akan diuji.

Kedepannya, penting bagi industri untuk mencari keseimbangan antara inovasi dan penghormatan terhadap karya seni yang telah ada. Diskusi mengenai pengaturannya perlu dilakukan agar teknologi yang membantu, bukan mengancam, keberadaan seni tradisional dan kreativitas manusia.

Berita Terkait

Back to top button