Bukan Penyakit Keturunan atau Kutukan, Ini Fakta Menarik Kusta

Indonesia masih berjuang melawan tantangan serius dalam upaya pemberantasan penyakit kusta, atau yang sering dikenal dengan istilah lepra. Meskipun telah terjadi kemajuan dalam penanganannya, stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta tetap menjadi hambatan signifikan dalam pengendalian penyakit ini. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang kusta juga berkontribusi terhadap situasi ini.

Kusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Banyak orang masih percaya bahwa kusta adalah penyakit keturunan atau kutukan, padahal anggapan tersebut keliru. Menurut Prof. Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi, seorang Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, kusta dapat disembuhkan dan pengobatannya tersedia secara gratis di fasilitas kesehatan, seperti puskesmas.

“Faktanya, kusta adalah infeksi yang bisa diobati, dan bila tidak diobati, penderita berisiko mengalami komplikasi yang mengarah pada kecacatan,” jelasnya. Penjelasan ini menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran di masyarakat untuk memperlambat laju penularan dan mendorong penderita agar mendapatkan perawatan yang tepat.

Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga di dunia untuk kasus kusta tertinggi, setelah India dan Brasil. Kondisi ini diakibatkan oleh beberapa faktor, termasuk keterbatasan akses layanan kesehatan, tantangan geografis, dan situasi keamanan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, dr. Ina Agustina Isturini, mengatakan bahwa meskipun upaya peningkatan deteksi dini dan edukasi masyarakat telah dilakukan, stigma sosial dan diskriminasi tetap menjadi penghambat.

“Berbagai program pemberdayaan masyarakat telah kami luncurkan untuk meningkatkan kesadaran dan memerangi stigma,” ujar dr. Ina, saat berbicara dalam acara talkshow “Bersama Media Menuju Indonesia Bebas Kusta.” Pemerintah pun berkolaborasi dengan organisasi non-pemerintah seperti NLR Indonesia untuk mencapai target Indonesia Bebas Kusta pada 2045.

NLR Indonesia, melalui program “Project Zero Leprosy,” berkomitmen untuk memperluas akses pengobatan dan mendukung orang yang pernah menderita kusta. Direktur Eksekutif NLR Indonesia, Agus Wijayanto, menegaskan pentingnya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam mengurangi jumlah kasus kusta di Indonesia. “Dengan kolaborasi, kita bisa mencapai target yang telah ditetapkan,” jelasnya.

Gejala kusta biasanya muncul dua hingga lima tahun setelah terinfeksi. Faktor penularan kusta melibatkan kontak erat dan lama dengan penderita yang belum diobati, dan meskipun menular, kusta tidak mudah menular. Sebagian besar orang memiliki kekebalan alami terhadap bakteri penyebab penyakit ini. Kusta dapat menyerang kulit, saraf tepi, selaput lendir saluran pernapasan atas, dan mata. Gejala umumnya meliputi lemah atau mati rasa di tungkai serta bercak-bercak pada kulit.

Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa kusta tidak boleh dianggap sepele. Dengan memahami gejala dan melakukan deteksi dini, risiko komplikasi yang berpotensi melumpuhkan dapat diminimalkan. Oleh karena itu, jika seseorang merasakan gejala seperti bercak putih atau kemerahan di kulit dan mati rasa, sangat dianjurkan untuk segera mencari bantuan medis.

Pemberantasan kusta membutuhkan kesadaran kolektif dari semua elemen masyarakat. Informasi yang tepat dan edukasi yang terus menerus akan membantu menghilangkan stigma serta mendukung mereka yang terkena dampak penyakit ini. Upaya pemerintah, bersama pihak swasta dan masyarakat, harus terus bersinergi untuk memastikan Indonesia bebas dari kusta di masa mendatang.

Berita Terkait

Back to top button