
Brigade Al-Qassam, sayap militer dari Hamas, melakukan penyerahan dua tawanan Israel kepada Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Rafah, Gaza selatan, pada Sabtu, 22 Februari 2025. Peristiwa ini terkait dengan kesepakatan gencatan senjata yang dicapai pada 19 Januari lalu, yang menandai pertukaran ketujuh antara kedua belah pihak.
Kedua tawanan yang dibebaskan adalah Tal Shoham, yang dikenal sebagai agen badan intelijen Israel, Mossad, dan Avera Mengistu. Mengistu menjadi sorotan publik setelah ditangkap secara misterius pada tahun 2014 saat memasuki wilayah Gaza. Penyerahan ini menjadi bagian dari proses pertukaran yang lebih besar, di mana total enam sandera Israel akan dikembalikan sebagai imbalan untuk 602 warga Palestina yang ditahan di penjara.
Proses penyerahan tawanan tersebut dilakukan dengan hati-hati, di mana perwakilan Palang Merah mengadakan penandatanganan protokol pemindahan resmi dengan Brigade Al-Qassam untuk memastikan keamanan pengiriman tawanan. Setelah dokumen resmi ditandatangani, tim Palang Merah meninggalkan lokasi dengan membawa kedua tawanan tersebut. Sebuah pernyataan resmi dari tentara Israel mengonfirmasi bahwa tawanan telah diterima dan sedang dalam perjalanan ke Tel Aviv untuk menjalani evaluasi medis awal.
Sebagaimana dikemukakan oleh sumber resmi, pada hari yang sama, empat tawanan lainnya juga akan dibebaskan di Nuseirat, yang terletak di Gaza bagian tengah. Pertukaran ini, meski membawa harapan bagi keluarga yang menunggu kembalinya anggota mereka, juga muncul dalam konteks dramatis kondisi kemanusiaan yang dihadapi oleh warga Gaza. Gencatan senjata yang diberlakukan sebelumnya menghentikan serangkaian serangan yang berlangsung lama, yang menurut laporan, telah menyebabkan lebih dari 48 ribu kematian, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan infrastruktur di daerah kantong tersebut.
Kondisi ini menimbulkan perhatian internasional terhadap konflik yang berlarut-larut, termasuk ajuan kasus genosida yang dihadapi Israel di Mahkamah Internasional. Pada bulan November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional bahkan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, terkait dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Walaupun penyerahan tawanan ini tampaknya merupakan langkah positif dalam proses negosiasi, tantangan masih tetap ada. Masyarakat internasional terus mendesak kedua pihak untuk mengeksplorasi solusi yang lebih komprehensif daripada hanya mengandalkan pertukaran tawanan. Dalam konteks ini, organisasi-organisasi kemanusiaan kembali mengulangi seruan mereka agar diakhiri konflik yang telah memakan banyak nyawa dan mendatangkan penderitaan yang luar biasa bagi kedua belah pihak.
Situasi di Gaza masih sangat tegang, dan masyarakat dunia terus memantau perkembangan lebih lanjut terkait peristiwaperjuangan yang berlangsung, sementara harapan akan perdamaian yang langgeng masih menyala di hati para aktivis dan warga yang ingin hidup dalam kedamaian. Penyerahan tawanan ini menjadi sebuah titik terang di tengah kegelapan konflik yang berkepanjangan, tetapi juga mengingatkan kita bahwa masih banyak yang harus diupayakan untuk mencapai resolusi permanen.