Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan BPJS Kesehatan merupakan dua program yang sering dianggap sama, padahal keduanya memiliki perbedaan mendasar yang penting untuk dipahami oleh masyarakat. Program-program ini merupakan bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, yang memiliki tujuan utama untuk memberikan perlindungan kesehatan kepada seluruh warga negara Indonesia. Namun, perlu diketahui bahwa masing-masing program tersebut memiliki sasaran, struktur pembiayaan, serta manfaat yang berbeda.
Perbedaan pertama yang paling mencolok terletak pada definisi dan fungsi keduanya. BPJS Kesehatan adalah lembaga yang bertugas untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan yang diwajibkan bagi semua warga negara. Dengan prinsip asuransi sosial, BPJS mengharuskan peserta untuk membayar iuran bulanan yang bervariasi tergantung pada kelas layanan yang dipilih. Sebaliknya, KIS dirancang khusus untuk masyarakat yang tergolong miskin. Program ini memberikan akses layanan kesehatan secara gratis tanpa harus membayar iuran bulanan, di mana semua biayanya ditanggung oleh pemerintah.
Kemudian, dari sisi sasaran peserta, BPJS Kesehatan terbuka untuk seluruh rakyat Indonesia, baik pekerja formal yang iurannya ditanggung oleh pemberi kerja maupun pekerja informal yang harus membayar sendiri. Di lain pihak, KIS hanya diberikan kepada masyarakat yang terdaftar dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Artinya, bagi mereka yang berstatus sebagai peserta KIS, mereka tidak perlu khawatir tentang biaya karena semua sudah ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sumber pembiayaan juga menjadi salah satu perbedaan signifikan. BPJS Kesehatan dibiayai oleh iuran peserta, sementara KIS sepenuhnya bergantung pada anggaran pemerintah. Dengan pendanaan dari APBN, peserta KIS yang kurang mampu dapat memperoleh layanan kesehatan tanpa biaya apapun, sehingga memudahkan akses bagi mereka yang membutuhkan.
Dari segi manfaat, meski keduanya menawarkan akses ke layanan kesehatan, ada perbedaan cakupan yang patut dicermati. Peserta BPJS Kesehatan mendapatkan akses ke fasilitas kesehatan primer dan lanjutan dengan prosedur rujukan yang harus diikuti, sedangkan peserta KIS mendapatkan layanan yang lebih luas, yang mencakup layanan medis, pencegahan, pemeriksaan kesehatan berkala, dan edukasi kesehatan.
Prosedur pendaftaran untuk dua program ini juga berbeda. BPJS Kesehatan memerlukan setiap individu untuk mendaftar baik secara mandiri maupun melalui tempat kerja. Sementara itu, KIS tidak memerlukan pendaftaran mandiri. Peserta ditentukan oleh pemerintah berdasar pada data yang dikumpulkan oleh Dinas Sosial melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Hal ini menegaskan bahwa hanya mereka yang memenuhi kriterialah yang dapat mendapatkan KIS.
Kartu fisik merupakan atribut yang menandakan kepesertaan dalam kedua program ini. Kartu BPJS Kesehatan dan KIS memiliki desain dan logo yang berbeda, tetapi keduanya berfungsi sebagai identitas resmi untuk mendapatkan layanan kesehatan di fasilitas yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Terakhir, mengenai akses dan fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan memungkinkan peserta untuk memilih kelas layanan berdasarkan kemampuan finansial mereka. Semakin tinggi kelas layanan yang dipilih, semakin besar iuran yang harus dibayar. Sementara itu, KIS mengutamakan akses gratis untuk layanan kesehatan kepada masyarakat yang tidak mampu, sehingga mereka mendapatkan keuntungan lebih besar dalam hal ketersediaan layanan kesehatan.
Dengan perbedaan-perbedaan tersebut, baik KIS maupun BPJS Kesehatan memiliki keunggulan dan tantangan masing-masing. KIS memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat yang tidak mampu, sedangkan BPJS Kesehatan lebih inklusif namun memerlukan pembayaran iuran sesuai kelas layanan. Memahami perbedaan ini penting agar masyarakat dapat memilih program jaminan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi finansial mereka.
