Bos BCA Ungkap Dampak Tarif Trump Terhadap Perbankan RI

Jakarta, Octopus – Dampak tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, mulai menarik perhatian. Dalam konteks ini, dampak kebijakan tersebut terhadap pertumbuhan kredit di sektor perbankan nasional menjadi salah satu fokus utama yang dibahas. Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), menjelaskan potensi risiko yang dihadapi industri perbankan, terutama di kalangan bisnis yang berorientasi ekspor.

Jahja mengungkapkan bahwa sektor-sektor seperti furniture, udang, ikan laut, dan apparel merupakan beberapa industri yang sangat bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat. Dalam hal ini, tarif yang baru diberlakukan tersebut dapat mengganggu kinerja dan pertumbuhan bisnis mereka, yang pada gilirannya dapat memengaruhi pendapatan dan kemampuan mereka untuk memenuhi kewajiban kredit.

“Namun, kita tidak mau tergesa-gesa mengambil langkah. Kita akan terus memantau situasi. Fokus utama kita adalah untuk menjaga agar perusahaan-perusahaan ini tidak terburu-buru mengurangi kredit atau menghabiskan semua sumber daya mereka,” ujar Jahja dalam konferensi pers yang diadakan pada 23 April 2025.

Dalam konteks BCA, Jahja menyampaikan bahwa saat ini rasio pinjaman yang berisiko (Loan at Risk/LAR) dan non-performing loan (NPL) tetap pada tingkat yang terjaga, masing-masing sebesar 6 persen dan 2 persen, yang jauh di bawah rata-rata industri. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen risiko perbankan BCA cukup solid, meskipun dalam situasi yang tidak menentu ini.

Jahja menambahkan harapannya bahwa negosiasi yang sedang berjalan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah AS terkait tarif ini dapat membuahkan hasil positif. Dengan demikian, industri yang paling rentan dapat terlindungi dari dampak yang lebih parah. “Kami berharap strategi yang disusun oleh pemerintah dapat berjalan dengan lancar, sehingga industri-industri yang terkena dampak tidak akan terlalu terpengaruh,” jelasnya.

Dalam percakapan lebih jauh, Jahja menjelaskan bahwa saat ini pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan pengamatan dan analisis terhadap kredit yang diberikan kepada sektor-sektor yang sangat terpengaruh oleh kebijakan tarif tersebut. Sebagai lembaga keuangan yang besar, BCA memiliki tanggung jawab untuk memastikan keberlangsungan kredit dan mendukung klien mereka dalam menghadapi tantangan yang ada.

Situasi ini juga menjadi pengingat penting bagi para pelaku industri dan pengambil keputusan untuk lebih siaga dalam menghadapi dampak politik dan ekonomi global. Biaya perdagangan yang meningkat tentu akan mengubah lanskap bisnis di Indonesia, dan perbankan harus cepat beradaptasi terhadap perubahan ini.

Secara keseluruhan, meskipun dampak dari tarif Trump masih harus dilihat perkembangannya, manajemen BCA optimis bahwa mereka dapat mengelola risiko dengan baik, termasuk dengan menjaga cadangan yang cukup. Keberlangsungan lembaga keuangan seperti BCA sangat penting untuk mendukung industri yang berorientasi ekspor di Indonesia agar tetap kompetitif dalam pasar global.

Sampai saat ini, BCA menjadi salah satu bank terdepan di Indonesia dalam hal kepemilikan rasio NPL yang sehat, yang mencerminkan di mana posisi mereka dalam menghadapi tantangan yang ada. Pihak manajemen tetap percaya akan pentingnya adaptasi dan mitigasi risiko seiring dengan ketidakpastian yang ada di pasar internasional. Dengan strategi yang tepat, BCA berharap dapat melanjutkan pertumbuhan yang berkelanjutan meskipun berada di tengah arus perubahan kebijakan perdagangan global.

Berita Terkait

Back to top button