
Band D’Masiv berhasil menarik perhatian publik setelah melakukan pembelian hak penamaan atau naming rights untuk halte TransJakarta yang terletak di Petukangan Utara. Halte tersebut kini resmi berganti nama menjadi “Petukangan D’MASIV”. Langkah ini diambil oleh band yang telah berkiprah selama 22 tahun tersebut sebagai bagian dari perayaan anniversary mereka yang ke-22.
Dalam cuitannya di media sosial, Rian Ekky, vokalis D’Masiv, menyampaikan momen spesial ini dengan pernyataan yang menggugah, “22 tahun D’MASIV beli halte @PT_Transjakarta lebih masuk akal ternyata dari pada nungguin MU menang #22tahunDMASIV #haltepetukanganDMASIV #ciledugpride.” Momen ini juga diabadikan oleh banyak warganet yang antusias dengan perubahan nama halte yang mencolok tersebut.
Menggali lebih dalam, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) memang tengah menjalankan strategi untuk menjual hak penamaan halte bus dengan tujuan meningkatkan pendapatan di luar penjualan tiket busway. Direktur Pelayanan dan Pengembangan TransJakarta, Lies Permana, menjelaskan bahwa mereka memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk berkolaborasi dalam penamaan halte-halte TransJakarta yang ada di Jakarta.
“Pada 2023 lalu, ada dua penempatan naming rights di halte, yakni peletakan logo pada sisi kiri dan kanan halte, dan dua lewat voice over saat bus TransJakarta melaju dari halte ke halte,” imbuh Lies Permana. Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya merek yang terpampang di halte, tetapi juga terdapat unsur promosi yang lebih luas untuk memperkenalkan nama pemilik hak penamaan kepada masyarakat.
Salah satu pertanyaan besar yang muncul dari langkah D’Masiv adalah berapa sebenarnya biaya untuk membeli hak penamaan ini. Menurut pengakuan dari Lies Permana, biaya untuk hak penamaan halte TransJakarta diperkirakan mencapai Rp1 miliar untuk satu tahun. Angka ini tergolong signifikan dan menunjukkan nilai dari pengimplementasian branding di tempat umum yang ramai seperti halte bus.
Lebih lanjut, Lies juga menjelaskan bahwa TransJakarta memiliki potensi untuk meraih hingga Rp600 miliar dari berbagai program yang dijalankan, termasuk penjualan naming rights. Hal ini menunjukkan besarnya potensi pendapatan yang dapat diperoleh melalui kolaborasi antara sektor publik dan swasta.
Dengan adanya naming rights, diharapkan dapat memberikan manfaat lebih dalam hal pemasukan bagi TransJakarta. Selain itu, inisiatif ini juga dapat memberi nilai tambah bagi pengiklan atau penyanyi, di mana nama mereka akan dikenal oleh masyarakat luas setiap kali mereka melewati halte tersebut.
Kembali ke D’Masiv, penggantian nama halte ini menjadi sorotan tidak hanya bagi penggemar musik, tetapi juga masyarakat umum yang menggunakan layanan bus TransJakarta. Fenomena ini mengetengahkan bagaimana dunia hiburan dapat berkolaborasi dengan sektor publik dalam cara-cara yang inovatif dan menarik. Dari sisi branding, langkah ini juga bisa mengukuhkan posisi D’Masiv sebagai salah satu band terkemuka di Indonesia.
Dalam jangka panjang, apabila lebih banyak perusahaan atau entitas yang melakukan langkah serupa, TransJakarta berpotensi tidak hanya meningkatkan pendapatannya, tetapi juga menyajikan ragam citra yang lebih beragam di iklim transportasi publik Jakarta. Dengan popularitas dan kreativitas yang ditawarkan oleh band-band atau bisnis yang berpartisipasi, halte-halte ini bisa bertransformasi menjadi lokasi yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat menunggu transportasi, tetapi juga sebagai tempat promosi yang dinamis.
Kehadiran D’Masiv di halte Petukangan Utara merupakan langkah awal yang menarik dalam upaya menjadikan sistem transportasi di Jakarta semakin terintegrasi dengan masyarakat dan dunia hiburan, menggabungkan fungsionalitas dengan kreativitas.