
Bareskrim Polri baru saja mengungkap kasus peredaran narkotika yang signifikan selama dua bulan terakhir, yakni pada Januari hingga Februari 2025. Dalam operasi tersebut, petugas berhasil menangkap 9.586 tersangka dan mengungkap sebanyak 6.681 kasus. Pengungkapan ini menunjukkan adanya peningkatan pengawasan dan tindakan tegas terhadap jaringan narkoba yang beroperasi di Indonesia.
Kepala Bareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada, mengungkapkan bahwa dari total tersangka yang ditangkap, terdapat 16 orang yang merupakan Warga Negara Asing (WNA). Sebanyak tujuh dari 16 tersangka asing tersebut terkait dengan jaringan narkotika yang diduga dipimpin oleh Fredy Pratama, seorang tokoh yang dikenal dalam dunia perdagangan narkoba. Para tersangka tersebut ditangkap dalam empat kasus yang berbeda, menandakan keberhasilan aparat dalam membongkar jaringan berbahaya ini.
Dalam total pengungkapan ini, Bareskrim menyita narkotika dengan berat total mencapai 4,1 ton, dengan rincian yang cukup mencolok. Ada 1,25 ton sabu, 346.959 butir ekstasi yang seberat 138,783 kg, serta 493 kg ganja. Selain itu, 3,4 kg kokain juga disita, bersama dengan 1,6 ton tembakau gorila atau sintetis dan 2.199.726 butir obat keras seberat 659,917 kg. Total nilai barang haram yang berhasil diamankan diperkirakan mencapai Rp2,7 triliun.
Dalam langkah selanjutnya, Bareskrim juga melakukan rehabilitasi terhadap 336 orang yang terbukti hanya sebagai pengguna, serta mencatat 255 kasus penerapan restoratif justice. Hal tersebut menunjukkan bahwa penanganan narkoba oleh kepolisian tidak hanya mengedepankan penangkapan tetapi juga memfokuskan pada pemulihan bagi para pengguna.
Wahyu juga menjelaskan beberapa modus operandi yang digunakan oleh para pelaku dalam menyelundupkan narkotika. Modus pertama adalah pengiriman narkoba antar provinsi melalui jalur darat dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa. Selanjutnya, jaringan narkoba juga memanfaatkan jalur laut dengan mengirimkan barang terlarang tersebut dari lokasi-lokasi produksi seperti Golden Triangle dan Golden Crescent ke Samudra Hindia, khususnya di laut Aceh, menggunakan kapal laut.
Modus ketiga menunjukkan bahwa narkoba sering kali diselundupkan melalui kargo ekspedisi resmi maupun yang diangkut oleh kurir dengan cara disamarkan. Selain itu, terdapat juga pembuatan pabrik clandestine lab yang beroperasi di perumahan mewah yang memiliki sistem keamanan ketat, membuat pengintaian oleh aparat penegak hukum menjadi sulit.
Menghadapi kasus-kasus ini, para tersangka akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), dengan harapan bahwa regulasi ini dapat memberikan efek jera dan menghentikan aktivitas peredaran narkoba yang merusak.
Bareskrim berkomitmen untuk terus melakukan langkah preventif dan penegakan hukum yang lebih intensif guna memerangi masalah narkotika di Indonesia. Dengan pengungkapan besar ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan bahaya narkoba dan pentingnya kerja sama antara aparat dan masyarakat dalam menjaga keamanan serta kesehatan publik. Pengungkapan ini menandakan era baru dalam perlunya tindakan tegas terhadap pengedar dan jaringan narkoba, demi menciptakan masyarakat yang lebih aman, terutama bagi generasi mendatang.