Nadia Permata

Cochrane Library, sebuah basis data medis terkemuka, baru-baru ini menerbitkan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik atau vape, terbukti menjadi salah satu metode paling efektif bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok. Penelitian ini melibatkan 90 studi yang dilakukan antara tahun 2021 hingga Februari 2024 dengan partisipasi lebih dari 29.000 perokok dewasa, terutama dari Amerika Serikat, Inggris, dan Italia. Penelitian ini menemukan bahwa dari 100 perokok yang memilih untuk menggunakan vape sebagai alternatif, antara delapan hingga sepuluh orang berhasil berhenti merokok. Angka ini menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan terapi pengganti nikotin atau dukungan perilaku. Peneliti mencatat bahwa perokok yang menggunakan vape dengan kandungan nikotin cenderung mampu berhenti lebih lama—minimal enam bulan—dibandingkan dengan mereka yang hanya menggunakan terapi pengganti nikotin atau vape tanpa nikotin. Menurut peneliti yang terlibat dalam studi tersebut, dampak penggunaan produk tembakau alternatif jauh lebih baik dibandingkan dengan produk rokok konvensional. Hal ini disebabkan oleh minimnya paparan terhadap bahan kimia berbahaya yang sering ditemukan dalam rokok yang dibakar. "Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai produk ini, yang dapat membantu mereka beralih dan mengurangi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok," ungkap Lindson N, salah satu peneliti dalam laporan tersebut. Wiratna Eko Indra Putra, Sekretaris Aliansi Vaper Indonesia (AVI), menekankan pentingnya edukasi serta sosialisasi terkait manfaat produk tembakau alternatif tersebut. Ia juga menegaskan perlunya kolaborasi antara regulator, peneliti, dan komunitas kesehatan untuk memberikan informasi yang seimbang dan transparan kepada perokok dewasa yang kesulitan berhenti. "Sosialisasi yang tepat dapat membantu perokok dewasa untuk mempertimbangkan transisi ke produk yang lebih baik dan lebih aman," terapi Weartna. Kendati demikian, informasi yang salah mengenai produk tembakau alternatif sering kali menyebar di masyarakat dan memicu ketidakpercayaan di kalangan perokok dewasa. Hal ini menghambat mereka untuk mengakses alternatif yang lebih rendah risiko. Penelitian menunjukkan fakta bahwa walaupun rokok elektronik tidak sepenuhnya bebas risiko, secara umum risikonya jauh lebih rendah dibandingkan rokok tradisional. Dengan demikian, keterlambatan dalam beralih ke produk ini justru dapat menghambat pengurangan dampak kesehatan yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok. Data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan mencatat ada sekitar 70 juta perokok aktif di Indonesia, di mana 7,4% di antaranya adalah perokok berusia 10 hingga 18 tahun. Ini menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah perokok remaja yang bisa berpotensi terganggu oleh informasi sesat mengenai alternatif yang lebih baik ini. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2019 menunjukkan prevalensi perokok dari kalangan siswa usia 13-15 tahun meningkat dari 18,3% menjadi 19,2%. Lebih lanjut, data Global Adult Tobacco Survey (GATS) menunjukkan bahwa prevalensi penggunaan rokok elektrik di kalangan remaja juga mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun terakhir, dari 0,3% pada tahun 2019 menjadi 3% pada tahun 2021. Hal ini menjadi perhatian, mengingat kelompok usia 15 hingga 19 tahun menempati posisi teratas dalam jumlah perokok, mencapai 56,5% menurut data SKI 2023. Dengan banyaknya data yang menunjukkan potensi negatif dari kebiasaan merokok dan keefektifan produk tembakau alternatif, penting bagi masyarakat untuk memiliki akses terhadap informasi yang akurat dan berbasis bukti. Edukasi yang tepat tentang alternatif yang lebih rendah risiko dapat mendorong perokok dewasa untuk beralih, membawa harapan baru dalam upaya mengurangi prevalensi penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan merokok di Indonesia.