
Masa libur Lebaran yang dinanti banyak anak sering kali membawa kesenangan dan kebebasan dari rutinitas sekolah. Namun, transisi kembali ke kehidupan sekolah pasca liburan tidak selalu mulus. Fenomena yang dikenal sebagai “post holiday blues” menggambarkan kondisi di mana anak-anak merasa sedih, cemas, atau enggan untuk kembali beradaptasi dengan lingkungan sekolah setelah menikmati waktu libur yang panjang.
Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Teresa Indira Andani M.Psi, menyatakan bahwa kondisi ini umum terjadi, terutama pada anak usia 6 hingga 12 tahun. Pada usia tersebut, anak-anak sedang berupaya menemukan kemandirian dan mengembangkan rasa percaya diri mereka, sehingga tekanan untuk kembali ke sistem pendidikan yang memerlukan disiplin dapat memicu stres. “Bukan hanya rasa malas, beberapa anak juga merasa cemas. Mereka mungkin takut menghadapi penumpukan tugas sekolah atau kesulitan beradaptasi lagi dengan teman-temannya,” ungkap Teresa.
Perubahan mendadak dari suasana bebas menuju lingkungan penuh aturan sering kali membuat anak merasa cemas. Tingkat kemampuan adaptasi setiap anak juga bervariasi, dan beberapa anak yang lebih sensitif atau memiliki masalah sosial mungkin memerlukan lebih banyak dukungan untuk kembali merasa nyaman di sekolah. Untuk itu, orang tua dan guru memiliki peran penting dalam memfasilitasi proses ini.
Teresa merekomendasikan strategi T.E.R.A.T.U.R untuk membantu anak-anak menghadapi post holiday blues:
1. Terapkan jadwal serupa sekolah: Kembalikan pola tidur dan makan seperti saat sekolah.
2. Evaluasi dan ulangi kebiasaan belajar: Ajak anak mengingat aktivitas belajar ringan di rumah.
3. Rangsang interaksi: Dorong anak untuk berkomunikasi lagi dengan teman sebaya.
4. Aktifkan minat sekolah: Ingatkan anak tentang pengalaman menyenangkan di sekolah.
5. Tumbuhkan perasaan positif: Berikan apresiasi atas usaha dan semangat anak.
6. Ulangi rutinitas pagi: Bangunkan anak dengan cara menyenangkan agar siap menghadapi hari.
7. Ringankan kecemasan: Fasilitasi komunikasi agar anak dapat mengekspresikan perasaan mereka.
Memberikan pujian atau hadiah kecil saat anak menunjukkan semangat untuk kembali ke sekolah dapat menjadi dorongan positif. Selain itu, dampingi anak dalam persiapan perlengkapan sekolah dengan cara yang menyenangkan, seperti memilih alat tulis baru atau menata meja belajar bersama.
Tak hanya orang tua, peran guru juga sangat krusial dalam masa transisi ini. Suasana yang hangat dan tidak menekan pada hari-hari awal masuk sekolah dapat mengurangi tingkat kecemasan anak. Teresa menyarankan agar guru dapat mengadakan permainan ringan, berbagi cerita, atau memberi anak waktu untuk menceritakan pengalaman liburan mereka. Kegiatan ini tidak hanya membantu mengurangi kecemasan tetapi juga membangun kembali semangat anak untuk belajar.
Di sisi lain, Teresa menegaskan pentingnya perhatian terhadap anak yang menunjukkan kecemasan berkepanjangan. Jika perilaku cemas anak tidak kunjung membaik, orang tua sebaiknya berkonsultasi dengan psikolog anak untuk mendapatkan panduan lebih lanjut.
Dalam menghadapi masa transisi ini, dukungan dari orang tua, guru, dan lingkungan sekitar sangat penting. Dengan pendekatan yang penuh pengertian, anak-anak diharapkan dapat melewati perubahan dari suasana liburan ke kehidupan sekolah dengan lebih mudah. Meski liburan telah berakhir, semangat untuk belajar harus tetap dijaga demi perkembangan anak yang nyaman, aman, dan percaya diri saat kembali beraktivitas di sekolah.