
Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mendapatkan dorongan untuk memperkuat sinergi dan menyatukan kekuatan ekonomi kolektif mereka guna menghadapi tantangan proteksionisme yang semakin meningkat, terutama dari kebijakan tarif yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat. Seruan ini disampaikan oleh William Ng, Presiden Asosiasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Malaysia. Ia menilai bahwa langkah Amerika dalam mengenakan tarif terhadap berbagai negara, termasuk mitra dagang utama ASEAN, menciptakan gelombang gangguan perdagangan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi regional.
Ng mengingatkan bahwa jika negara-negara ASEAN bertindak secara terpisah, mereka akan semakin rentan terhadap guncangan pasar global. “Saatnya ASEAN tidak hanya menjadi pasar potensial, tetapi juga kekuatan tawar global yang solid,” tegas Ng. Penguatan jaringan perdagangan intra-ASEAN dinilai penting sebagai langkah untuk menuju ketahanan ekonomi yang tidak hanya bergantung pada pasar besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.
Data menunjukkan bahwa tarif yang meningkat akan sangat memengaruhi sektor ekspor Malaysia, khususnya dalam produk listrik dan elektronik, turunan minyak kelapa sawit, serta tekstil dan garmen. Sektor-sektor ini merupakan kontributor utama bagi perdagangan Malaysia dengan AS. Ng mencatat, “Tarif yang makin tinggi akan meningkatkan biaya bagi pengimpor dan pengekspor, mengurangi daya saing kita, baik di pasar AS maupun di negara lain, yang berpotensi berdampak pada lapangan kerja dan investasi di kalangan UKM.”
Untuk memitigasi dampak tersebut, Ng mengajak pemerintah dan pelaku usaha untuk mengurangi risiko sambil memanfaatkan peluang yang muncul. Ia menghimbau para pelaku UKM untuk mendiversifikasikan sumber bahan baku dan pelanggan mereka. “Praktik ini harus diterapkan terlepas dari dampak penerapan tarif,” katanya, menekankan pentingnya strategi adaptasi dalam menghadapi tantangan baru.
Ng juga memperkirakan bahwa ketidakpastian yang timbul akan bersifat sementara, karena perekonomian di seluruh kawasan dan negara-negara yang terdampak mulai menyesuaikan strategi mereka. “Dampaknya bagi domestik akan berkisar dari minimal hingga moderat, dengan barang-barang yang diimpor dari AS kemungkinan akan menjadi lebih mahal dalam jangka menengah,” jelas Ng.
Dia juga menyoroti pentingnya Malaysia, yang menjabat sebagai ketua ASEAN tahun ini, untuk mendorong diskusi lebih lanjut mengenai pembentukan pasar tunggal ASEAN. Hal ini penting untuk menciptakan suatu bentuk serikat pabean yang dapat mengurangi hambatan nontarif antaranggota. “Kohesi intrakawasan ini sangat penting, mengingat ukuran masing-masing pasar yang relatif kecil,” tambahnya.
William Ng optimis bahwa dengan langkah yang tepat, kalangan bisnis dapat beradaptasi dan meraih keuntungan dari pergeseran dinamika perdagangan global. Dalam konteks ini, ia menggarisbawahi perlunya kembali menurunkan hambatan nontarif yang menjadi lebih mendesak dari sebelumnya.
Keputusan Presiden AS, Donald Trump, untuk menerapkan tarif dasar sebesar 10 persen pada impor dari semua mitra dagang, serta tarif tambahan yang lebih tinggi untuk beberapa mitra tertentu, memicu kritik dari berbagai kalangan. Banyak ekonom dan pakar perdagangan menilai bahwa langkah tersebut merupakan upaya keliru untuk mengatasi ketidakseimbangan perdagangan yang kompleks melalui metode yang tidak efektif.
Dalam menghadapi kebijakan proteksionis AS, ASEAN perlu bersatu dan memperkuat daya tawar mereka di kancah perdagangan global. Mengingat pentingnya kerjasama antarnegara anggota dalam meningkatkan ketahanan ekonomi, saatnya ASEAN menjadi kekuatan yang bersatu untuk menghadapi tantangan ini dan menciptakan masa depan yang lebih stabil dan menguntungkan untuk semua anggotanya.