Arab Saudi Tolak Rencana Pemindahan Warga Palestina dari Gaza

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, menegaskan penolakan tegas negara tersebut terhadap setiap upaya untuk memindahkan warga Palestina dari Jalur Gaza, terlepas dari berbagai alasan yang mungkin diberikan. Pernyataan ini diungkapkan pada hari Jumat, setelah pertemuan Kelompok Kontak Gaza yang diadakan di sela-sela Forum Diplomasi Antalya di Turki.

“Pertama-tama, kami dengan tegas menolak pemindahan warga Palestina dari Gaza dengan slogan apa pun,” kata Pangeran Faisal dalam konferensi pers tersebut. Ia menekankan bahwa istilah-istilah yang digunakan untuk menggambarkan rencana tersebut, seperti “migrasi sukarela”, tidak dapat diterima di tengah situasi yang sulit ini. Pangeran Faisal menambahkan, “Pembicaraan tentang migrasi sukarela tidak dapat diterima ketika warga Palestina kehilangan kebutuhan hidup yang paling mendasar.”

Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan yang meningkat di Gaza, di mana kampanye militer Israel telah menyebabkan lebih dari 50.800 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas sejak terjadinya serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Serangan brutal Israel telah menghancurkan infrastruktur di kantong tersebut, menjadikannya hampir tidak dapat dihuni. Pangeran Faisal mengecam kondisi yang ada dan menyerukan “gencatan senjata segera di Gaza”, serta menekankan pentingnya memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke daerah yang terkepung tersebut.

Rencana pemindahan warga Palestina ini diketahui terkait dengan usulan kontroversial yang sebelumnya diajukan oleh mantan Presiden AS Donald Trump. Ia mengusulkan untuk memindahkan 2,1 juta warga Palestina dari Gaza dan mengubah wilayah tersebut menjadi sebuah kawasan yang disebut “Riviera”. Rencana ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Arab Saudi, yang berpandangan bahwa upaya tersebut bukanlah solusi atas masalah mendasar yang dihadapi oleh rakyat Palestina.

Lebih jauh, Pangeran Faisal juga menggarisbawahi urgensi situasi yang dihadapi oleh rakyat Palestina dan mendesak komunitas internasional untuk mengambil tindakan. “Kami menekankan kebutuhan mendesak untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Situasi di Gaza sangat kritis,” ujarnya. Dalam konteks ini, Arab Saudi menunjukkan komitmennya untuk mendukung rakyat Palestina dan menolak segala bentuk upaya yang bisa memperburuk keadaan mereka.

Kondisi di Gaza semakin parah, bertepatan dengan meningkatnya serangan Israel yang mulai dilancarkan kembali pada 18 Maret. Serangan tersebut menghancurkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang sudah disepakati sebelumnya pada 19 Januari. Situasi ini memicu kecemasan di kalangan masyarakat internasional, yang terus menyerukan diakhirinya kekerasan dan perlunya dialog untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.

Selain itu, pada bulan November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pemimpin Israel Benjamin Netanyahu serta mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Ini menunjukkan adanya perhatian global yang meningkat terhadap tindakan Israel selama konflik ini.

Dalam konteks yang lebih luas, Arab Saudi juga menegaskan bahwa mereka tidak akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel tanpa kehadiran negara Palestina yang aman dan merdeka. Dengan berbagai pernyataan dan tindakan ini, Arab Saudi berusaha tetap menjadi suara dalam mendukung hak-hak rakyat Palestina serta mendorong penyelesaian damai terhadap konflik yang sedang berlangsung. Melalui penolakan yang jelas terhadap pemindahan paksa, Arab Saudi menunjukkan komitmennya terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan internasional dalam menghadapi situasi yang kompleks ini di Gaza.

Berita Terkait

Back to top button