
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sheikh Naim Qassem, melontarkan pernyataan keras mengecam rencana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang dianggapnya sebagai upaya berbahaya untuk memusnahkan Palestina dan rakyatnya. Dalam sebuah pidato pada hari Minggu di peringatan para pemimpin gerakan perlawanan Hizbullah Lebanon yang gugur, Qassem menegaskan bahwa posisi Trump terkait Palestina dan Gaza merupakan ancaman serius.
“Posisi Trump terhadap Palestina dan Gaza sangat berbahaya. Mereka bertujuan untuk melenyapkan perjuangan Palestina di tingkat politik. Ini adalah awal dari proses politik untuk menghilangkan warga Palestina,” ungkap Qassem dengan tegas. Ia menilai bahwa rencana pemindahan paksa warga Gaza yang diusulkan Trump muncul seiring kegagalan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam mencapai tujuan militernya di wilayah tersebut.
Rencana tersebut, menurut Qassem, tidak hanya berpotensi merugikan Palestina, tetapi juga menimbulkan ancaman bagi seluruh negara-negara Arab dan Islam. Ia menyerukan pada dunia internasional agar tidak tinggal diam dan mengabaikan rencana yang dapat mengubah tatanan sosial dan politik di kawasan. “Diamnya dunia Arab dan masyarakat internasional berpotensi membantu mewujudkan rencana ini,” kata Qassem.
Dalam konteks ini, Qassem menekankan bahwa Hizbullah berkomitmen untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak yang berusaha menghentikan pemindahan rakyat Palestina. “Kami sangat menentang pemindahan warga Palestina ke lokasi lain di dunia,” tegasnya, menandaskan pentingnya dukungan dari negara-negara Arab dan Islam dalam menghadapi skenario tersebut.
Pernyataan dari pemimpin Hizbullah ini disampaikan setelah Trump mengungkapkan rencana kontroversialnya dalam sebuah konferensi pers bersama Netanyahu di Washington pada 4 Februari. Meskipun mendapat reaksi keras dari banyak kalangan, Trump tetap pada pendiriannya dan menegaskan bahwa warga Palestina yang meninggalkan Gaza tidak akan memiliki hak untuk kembali setelah wilayah tersebut berada di bawah kendali AS.
Pengamat politik dan para analis melihat rencana Trump sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk merubah dinamika geopolitik di Timur Tengah, termasuk memberikan dukungan kuat terhadap Israel. Dalam pandangan Qassem, langkah ini didorong langsung oleh AS yang berusaha memperkuat posisi Israel di kawasan dengan mengorbankan hak-hak Palestina.
Banyak pakar menyebut rencana ini sebagai langkah yang sangat berisiko. Pemindahan paksa penduduk bukanlah solusi untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung lama ini, melainkan dapat memicu lebih banyak kekerasan dan ketidakstabilan di kawasan. Pendekatan unilateral AS terhadap isu Gaza dan Palestina menimbulkan kekhawatiran tentang munculnya ketegangan baru di mata dunia internasional.
Sementara itu, negara-negara Arab dan komunitas internasional sedang memantau perkembangan ini dengan seksama. Menyusul pernyataan Hizbullah, beberapa negara, termasuk Mesir, sudah mulai menyiapkan rencana untuk membangun kembali Gaza sebagai respons terhadap kekacauan yang terjadi akibat serangan Israel baru-baru ini.
Dalam situasi yang semakin kompleks ini, Hizbullah menekankan pentingnya solidaritas antarnegara Islam dalam menghadapi ancaman tersebut. Qassem menyerukan agar pemerintah Arab dan Islam aktif menolak dan melawan rencana pemindahan warga Palestina, serta memperkuat dukungan bagi perjuangan mereka dalam mempertahankan hak-hak dan tanah air mereka.
Rencana Trump untuk Gaza menunjukkan bahwa konflik Palestina-Israel masih menjadi fokus utama perhatian dunia. Keberlangsungan dan keadilan bagi rakyat Palestina kini lebih dari sekadar masalah regional; ia merupakan isu kemanusiaan yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak demi menciptakan perdamaian yang berkelanjutan.