
Israel diperkirakan akan melancarkan serangan terhadap program nuklir Iran dalam waktu dekat, dengan fokus pada fasilitas di Fordow dan Natanz. Hal ini diungkapkan dalam laporan intelijen dari Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa serangan ini bisa terjadi dalam enam bulan pertama tahun 2025. Para pejabat AS dan mantan pejabat yang memiliki pengetahuan tentang intelijen ini menyatakan bahwa analisis tersebut dihasilkan setelah serangan sebelumnya yang dilancarkan Israel pada akhir Oktober terhadap pertahanan udara Iran, yang kini dianggap rentan terhadap serangan susulan.
Laporan intelijen militer ini juga mencatat bahwa serangan dari Israel mungkin hanya akan menghambat aktivitas nuklir Iran selama beberapa minggu atau bulan, tetapi dapat memicu ketegangan yang lebih luas di kawasan Timur Tengah. Dalam konteks ini, pejabat AS seperti Brian Hughes, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengizinkan Iran untuk mengembangkan senjata nuklir, meskipun ada keinginan untuk menyelesaikan masalah melalui jalur diplomatik.
Dalam upaya untuk mengeksplorasi opsi serangan, dua kemungkinan skenario telah diajukan. Pertama, serangan jarak jauh di mana pesawat Israel akan meluncurkan rudal balistik dari luar wilayah udara Iran. Kedua, serangan pengganti yang lebih berisiko di mana jet Israel akan memasuki wilayah udara Iran dan menggunakan bom penghancur bunker. Pemerintahan Trump sebelumnya telah memberikan persetujuan terhadap penjualan perlengkapan yang diperlukan untuk melaksanakan serangan semacam itu.
Namun, penilaian intelijen juga menyatakan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir Iran dapat meningkatkan keinginan Teheran untuk memperluas pengayaan uranium, suatu tindakan yang telah menjadi garis merah bagi Amerika Serikat dan Israel. Beberapa pejabat Israel menyatakan bahwa mereka tidak sepakat dengan penilaian intelijen AS mengenai dampak yang akan ditimbulkan oleh serangan tersebut, memperdebatkan bahwa serangan itu dapat secara signifikan mengganggu kemampuan Iran.
Kondisi ini menciptakan tantangan bagi pemerintah AS di bawah kepemimpinan presiden Trump, yang memiliki berbagai pendekatan terhadap kebijakan luar negeri dan keamanan nasional. Situasi ini juga mencerminkan debat yang lebih luas di dalam pemerintahan mengenai penggunaan kekuatan militer di Timur Tengah dan arah kebijakan luar negeri di kawasan tersebut.
Seiring meningkatnya ketegangan ini, Inggris dan negara-negara Eropa lainnya juga menunjukkan dukungan mereka kepada Israel. Namun, komentar Trump baru-baru ini menciptakan keraguan tentang apakah AS akan terlibat dalam serangan yang dipimpin Israel. Komentar tersebut mendapat kritik dari Iran, yang menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional.
Potensi serangan Israel terhadap Iran menunjukkan kompleksitas dinamika politik di Timur Tengah dan berpotensi mengubah pola konflik yang sudah ada. Seiring dengan kebangkitan ancaman nuklir, pembuat kebijakan di seluruh dunia akan mengamati perkembangan ini dengan saksama, mengingat risiko yang dihadapi oleh stabilitas regional dan global. Oleh karena itu, waktu dan strategi serangan Israel terhadap Iran akan menjadi sorotan utama dalam konteks geopolitik yang terus berkembang.